Oleh: Hanung Hisbullah Hamda
Samuel  P. Huntington, seorang pakar politik tersohor Amerika Serikat, pada  tahun 1996 sempat menerbitkan sebuah buku berjudul The Clash of  Civilizations and the Remaking of World Order. Di Indonesia, buku ini  sempat membuat heboh kalangan Islam radikal gara-gara prediksi  Huntington yang menyatakan bahwa Islam, baik sebagai kekuatan politik di  negara-negara kawasan Timur Tengah dan Asia maupun sebagai persekutuan  sesama negara-negara Islam, cepat atau lambat akan berpotensi besar  menjadi ancaman bagi AS.
Menurut Hendrajit, Direktur Eksekutif  Indonesia Future Institute (IFI), pesan tak tertulis dari Huntington  sebenarnya cukup jelas; ada semacam kecemasan di alam bawah sadar para  penentu kebijakan politik luar negeri dan militer AS atas kemungkinan  kebangkitan ekonomi dan militer dari negara-negara “ras kuning” yang  berorientasi confusionisme seperti RRC, Jepang, Taiwan, Korea Selatan  dan Korea Utara. Pada perkembangannya kemudian akan menjalin persekutuan  alamiah dengan negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah dan Asia.  Inilah yang sebenarnya hendak diperingatkan oleh Huntington kepada  kalangan penentu kebijakan di Washington lewat bukunya yang termasyhur  itu. Hal ini terlihat dengan jelas melalui skenario yang digambarkan  oleh Huntington mengenai apa yang akan terjadi pada tahun 2010.
Hendrajit  menambahkan bahwa dalam bayangan Huntington, pada tahun 2010 akan  terjadi suatu polarisasi baru di dalam konstelasi politik internasional  yang menghadapkan antara AS dengan RRC sebagai dua sentral kutub  kekuatan yang saling bermusuhan dan bersaing memperebutkan pengaruh dan  dominasi. Huntington meramalkan bahwa polarisasi tersebut dipicu oleh  RRC yang secara tiba-tiba melakukan serbuan militer kepada Vietnam,  salah satu negara di kawasan Asia Tenggara berhaluan komunis yang  dulunya lebih pro-Uni Soviet dari pada RRC.
Menghadapi serbuan dan  invasi militer RRC, Vietnam meminta bantuan AS. Sedangkan di sisi yang  lain, menurut Huntington, inilah awal mula terjadinya persekutuan  negara-negara ras kuning dan negara-negara Islam untuk bahu-membahu  menghadapi AS dan Vietnam. Tentunya AS tidak sendirian, karena kemudian  dapat dukungan penuh dari negara-negara Eropa Barat dan Eropa Timur,  termasuk Australia dan Rusia. Sedangkan RRC, yang mendapat dukungan dari  negara-negara ras kuning seperti Taiwan dan Korea serta beberapa  negara-negara Asia Timur, menurut prediksi Huntington, anehnya justru  mendapat dukungan juga dari negara-negara Islam yang dimotori Saudi  Arabia, Pakistan dan Iran
Meskipun tesis Hutington tidak sepenuhnya  benar, namun menariknya, dia memprediksikan Indonesia bakal memiliki  posisi strategis dan memiliki “kartu As” yang cukup menguntungkan untuk  bermain di antara kubu AS dan kubu RRC. Alasan Huntington, karena  Indonesia adalah negara Islam terbesar di Asia Tenggara, tapi mayoritas  Islam di Indonesia berhaluan moderat serta memiliki hubungan yang erat,  baik dengan RRC atau Jepang.
Berkaitan dengan posisi strategis  Indonesia menurut tesis Hutington tersebut, pertanyaan yang akan dicoba  dijawab dalam tulisan ini adalah; (1). Bagaimanakah peranan Indonesia  dalam menanggulangi konflik politik internasional dewasa ini, terutama  dalam konteks perang terhadap terorisme global dan isu nuklir Iran? (2).  Dan langkah-langkah apa yang harus diambil Indonesia agar tidak justru  terjebak dalam konflik geopolitik internasional?
Posisi Indonesia dan Terorisme Global
Konstelasi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan posisi  di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan  Samudra Hindia, menempatkan Indonesia menjadi daerah kepentingan bagi  negara-negara dari berbagai kawasan.  Posisi strategis ini menyebabkan  kondisi politik, ekonomi, dan keamanan ditingkat regional dan global  menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kondisi Indonesia.
Eksistensi  kepentingan negara-negara besar di kawasan nusantara juga mendorong  terjalinnya hubungan  timbal balik yang erat antara permasalahan  dalam  negeri dan luar negeri yang memiliki kepentingan bersama. Informasi   kejadian di dalam negeri  dengan cepat menyebar  kesegala penjuru dunia,  selanjutnya negara-negara lain akan memberikan responnya sesuai  kepentingannya masing-masing.  Sebaliknya,  informasi kejadian di negara  lain,  khususnya negara-negara besar dan negara -negara di kawasan ini,   dengan cepat mencapai seluruh wilayah,  dan mempengaruhi kondisi  nasional
Demikian pula halnya dengan isu keamanan, ancaman yang  berasal dari luar dan ancaman yang timbul  di dalam negeri  selalu  memiliki  keterkaitan dan saling mempengaruhi,  sehingga sulit untuk  dapat dipisahkan. Kemungkinan ancaman dan gangguan terhadap kepentingan  Indonesia, khususnya di bidang  pertahanan, di masa mendatang menurut  sumber dari Departemen Pertahanan RI ada dalam bentuk terorisme  internasional yang memiliki jaringan lintas negara dan timbul di dalam  negeri serta kejahatan lintas negara,  seperti penyelundupan barang,   senjata, amunisi dan bahan peledak, penyelundupan manusia, narkoba,  pencucian uang dan bentuk-bentuk kejahatan  terorganisasi lainnya. Di  antara kedua ancaman tersebut yang telah terbukti serius mengancam dan  mengganggu stabilitas keamanan dan politik Indonesia adalah masalah  terorisme internasional. Bom Bali I dan bom Bali II bisa menggambarkan  sejauh mana terorisme telah mampu meluluh lantakkan tatanan keamanan,  ekonomi, dan tatanan politik Indonesia.
Meskipun dalam berbagai aksi  teror yang terjadi di berbagai belahan penjuru dunia oleh Barat nyaris  selalu dikaitkan dengan umat muslim, namun dengan merebaknya teror bom  di Indonesia menempatkan negara ini di mata Barat sebagai negara korban.  Uniknya, Indonesia sebagai korban teror yang mayoritas penduduknya  muslim dianggap sebagai mitra Barat dalam memerangi terorisme global.  Namun di sisi yang lain, Indonesia juga memiliki kedekatan emosional  dengan negara-negara muslim radikal semacam Irak, Iran, dan Afghanistan  yang selama ini dicap Barat sebagai sponsor utama terorisme. Kondisi  yang unik tersebut menjadikan Indonesia berada dalam posisi yang cukup  strategis dan diharapkan mampu menjadi penengah antara pihak Barat dan  pihak negara-negara muslim yang dianggap sebagai sponsor terorisme  global.
Posisi strategis ini diperkuat dengan fakta bahwa mayoritas  umat Islam di Indonesia diidentikkan dengan islam moderat, sehingga oleh  Barat dianggap sebagai Islam yang “bersahabat” dan mau diajak bekerja  sama. Kemudian di pihak negara-negara muslim –khususnya Timur Tengah-  diakui pula bahwa Indonesia sebagai negara muslim memiliki peranan dan  kedudukan strategis dalam beberapa organisasi multilateral. Keterlibatan  Indonesia dalam OKI, ASEAN, APEC, dan Konferensi Asia Afrika secara  tidak langsung juga mempertinggi posisi tawar Indonesia baik di mata  Barat maupun negara-negara Islam di Timur Tengah.
Sayangnya posisi  strategis tersebut oleh Indonesia belum dimaksimalkan dengan lebih  berperan dalam menciptakan perdamaian dan keamanan global. Dalam  menghadapi terorisme global saja, meskipun berusaha bersikap bijak  tetapi Indonesia cenderung mengekor kemauan Barat. Perspektif yang  digunakan Indonesia untuk menentukan siapa teroris dan siapa bukan  teroris adalah perspektif Barat, sehingga pada praktiknya banyak  kebijakan berkaitan isu terorisme dari pemerintah Indonesia yang  ditentang oleh warga negaranya sendiri yang beragama Islam dan tentunya  juga oleh negara-negara yang dicap sebagai sponsor terorisme. Kondisi  seperti ini tentunya tidak menguntungkan bagi Indonesia karena bukan  keamanan dan kedamaian yang didapat tetapi kebijakan yang salah dalam  menentukan siapa teroris dan siapa bukan teroris justru akan mematik  amarah.
Isu Nuklir Iran dan Sikap Indonesia
Dalam  mensikapi isu nuklir iran, oleh beberapa pengamat hubungan  internasional, Indonesia dinilai lebih mampu memaksimalkan peran  strategisnya sebagai negara netral serta lebih tegas dalam bersikap  dibandingkan ketika mensikapi isu terorisme global. Mengenai peran  strategis yang bisa dimainkan Indonesia , salah satu faktor penguatnya  adalah antara Indonesia dan Iran memiliki spirit yang sama sebagai  negara dengan mayoritas penduduk pemeluk Islam. Dengan posisi itu,  termasuk dengan spirit politik luar negeri yang bebas-aktif, anggota  Non-Blok dan juga OKI, pihak AS dan sekutunya bisa melihat posisi  Indonesia yang cukup netral.
Adalah sebuah langkah yang patut  diacungi jempol ketika Presiden Yudhoyono memanggil para duta besar  negara yang menjadi representasi para pihak yang terkait dengan krisis  nuklir Iran untuk menjelaskan sikap dan posisi Indonesia dalam menaggapi  krisis nuklir tersebut. Mereka yang hadir antara lain Duta Besar  Prancis untuk RI, Renauld Vignal, Dubes Jerman Joachim Droudre Grouger,  Dubes Inggris Charles Humfrey dan Dubes Austria Bernard Zimburg, Dubes  Rusia untuk RI, George Savuica, Dubes Amerika Serikat Lynd B.Pascoe, dan  Dubes RRC untuk RI, Lan Lijun.
Dengan tegas Indonesia melalui  Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda, mendorong para pihak yang terkait  masalah ini, untuk memaksimalkan upaya perundingan masalah nuklir Iran  ini, khususnya kepada Iran dan tiga negara anggota Uni Eropa, yakni  Inggris, Prancis dan Jerman. Wirajuda menegaskan bahwa Pemerintah RI  tidak ingin negara-negara barat tergesa-gesa menyimpulkan bahwa proses  perundingan tentang masalah ini sudah buntu kemudian menyerahkannya  kepada dewan Keamanan PBB.
Masalahnya, AS dan Uni Eropa masih curiga  Iran melanggar perjanjian larangan penyebarluasan nuklir atau Traktat  Non-Proliferasi Nuklir, dengan memiliki program rahasia pengembangan  senjata nuklir Sudah final bagi Barat untuk menolak mempercayai apa pun  argumentasi Teheran.
Anggota DK PBB plus Jerman, dalam pertemuan di  New York, gagal menyamakan sikap soal cara menangani krisis nuklir Iran  meskipun AS terus mendesak disepakatinya resolusi berdasar Pasal 7  Piagam PBB, yang mengesahkan sanksi atau penggunaan kekuatan militer.  Rusia dan China menolak karena khawatir resolusi seperti itu akan  mengarah pada perang.
Karena konstelasi permasalahan sudah berkembang  seperti itu, Indonesia harus taktis mencari posisi, agar persahabatan  dengan kedua belah pihak yang bertikai tetap terjaga. Untuk berbagai  kepentingan nasional, Indonesia memerlukan terpeliharanya hubungan yang  baik dengan Iran dan AS serta sekutu-sekutunya. Karena itu, penting bagi  Indonesia untuk menjelaskan kepada Barat tentang latar belakang sikap  yang diambil dalam kasus program nuklir Iran.
Indonesia berharap  tawaran Rusia tersebut diterima sebagai solusi damai dalam masalah  pengayaan uranium oleh Iran. Dalam pertemuan antara Dubes Iran dan  Presiden RI, kata Hassan, Presiden kembali mengharapkan agar ada  penyelesaian secara damai tentang kasus nuklir di negeri para mullah  tersebut. Presiden mengharapkan adanya kerjasama Iran dengan Badan  Energi Atom Internasional (IAEA/International Atomic Energy Agency) dan  Iran mempertimbangkan dengan seksama tawaran Rusia untuk memproses  pengayaan uranium di Rusia dan selanjutnya digunakan sebagai bahan baku  energi nuklir di Iran. Presiden juga menginginkan adanya informasi  terus-menerus mengenai perkembangan di Iran dari pihak-pihak terkait  termasuk dari pemerintahan Iran.
Langkah Indonesia Ke Depan
Untuk  mengantisipasi agar Indonesia ke depan tidak ikut terjebak dalam  konflik geopolitik internasional, tentunya Indonesia dituntut untuk  merencanakan dan mengevaluasi kembali posisinya dalam percaturan politik  internasional dewasa ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan diri  dari segala macam konflik geopolitik internasional yang mengarah kepada  penghancuran Human Civilizations dan Nation Relationship melalui isu  terror yang berkepanjangan.
Setidaknya ada  4 langkah yang perlu  untuk segera ditempuh pemerintah guna mensiasati instabilitas politik  dunia oleh global chaos yang semakin memperihatinkan. Pertama, perlu  mengevaluasi kembali kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap suatu  negara, melalui pembobotan skala perioritas, apakah suatu Negara  dianggap cukup strategis dan menguntungkan bagi kepentingan Indonesia.  Indonesia perlu mengurangi perwakilan Indonesia di luar negeri dan  menurunkan derajat hubungan diplomatik setingkat Konsul Jenderal atau  Konsul kehormatan, apabila negara yang bersangkutan dianggap kurang  memberikan imbal balik yang positif.
Kedua, memperkokoh stabilitas  keamanan dalam negeri dan stabilitas politik domestik, dengan  mempersempit dan menghancurkan ruang gerak segala bentuk tindakan  kriminal, anarkis dan pergerakan vandalism yang mengatasnamakan agama,  lalu sebisa mungkin membuka berbagai ruang diskusi yang cerdas,  demokratis dan terbuka agar masyarakat tidak mudah disesatkan oleh  propaganda asing yang belum tentu benar.
Ketiga, memperkuat kerjasama  Ekonomi dan Keamanan regional dengan Negara-negara ASEAN, agar tercipta  zona stabilisasi dan kondusif ASEAN, untuk merangsang gairah investasi  ke daerah ini. Percepatan pertumbuhan Ekonomi wilayah ASEAN akan turut  menyumbang pertumbuhan Ekonomi domestik. Zona Aman ASEAN juga  diintensifkan untuk menopang sekaligus mempercepat penyelesaian konflik  local di Aceh, Ambon, Maluku dan Papua, guna menutup ruang gerak para  pengacau yang selama ini masuk melalui pintu gerbang Negara-negara  ASEAN.
Keempat, Indonesia harus lebih berperan aktif dan meningkatkan  posisi tawarnya di berbagai forum kerja sama internasional seperti di  forum PBB, KAA, OKI, APEC, dan organisasi multilateral lain yang diikuti  Indonesia.. Kemudian dalam kerjasama multilateral dan politik  internasional Indonesia jangan terpancing oleh berbagai intimidasi,  intervensi, rayuan dan terlibat dalam konflik internasional yang justru  akan menyulitkan posisi tawar Indonesia dikemudian hari. Dalam  menanggapi isu-isu global yang sensitif -seperti isu terorisme, isu  nuklir Iran, dan isu nuklir Korea Utara- Indonesia harus mulai membatasi  dan memposisikan diri. Ketegasan diplomasi yang efektif diperlukan guna  menempatkan Indonesia dalam kerangka hubungan antar negara yang cinta  damai, saling menghormati dan saling menguntungkan, tanpa harus  terpancing untuk melibatkan diri lebih jauh dalam urusan negara lain.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=167022424766684&id=100043767822547
- 
A. Pendahuluan Salah satu kewajiban seorang muslim adalah melaksanakan puasa wajib di bulan ramadhan. Sebagaimana Allah telah memerintahka...
 - 
KEJAKSAAN NEGERI YOGYAKARTA JL. SUKONANDI NO. 6 TELP. 512521 UNTUK KEADILAN SURAT DAKWAAN REG.PERKARA NO. : PDN – 177/ Yogya/1297 Epo I. I...
 - 
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=167022424766684&id=100043767822547
 
mohon disertakan sumber yang falid dalam penulisan ini yang membahas tentang posisi indoensia dalam politik internasional, terima kasih
ReplyDeletemohon berikan data yang valid dalam penulisan yang membahas tentang posisi indonesia dalam politik internasional
ReplyDelete