Thursday, April 7, 2011

Public Speaking: Strategi Menguasai Audiens

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seseorang yang sukses tidak lepas dari bakat dan keahlian yang dimilikinya. Salah satu bakat yang sangat mendukung bagi kesuksesan seseorang di bidang akademis dan organisasi adalah keahlian dan bakat berbicara atau berpidato. Seseorang dikatakan ahli berpidato apabila apa yang ia omongkan atau bicarakan mampu menggerakkan massa atau audiens sehingga mereka berbuat atau beranggapan sama seperti dirinya. Keahlian mengendalikan massa lewat pidato ini sebenarnya bukanlah hal yang susah. Keahlian dalam berpidato bisa dipelajari secara perlahan-lahan. Orang bisa mempelajari teknik-teknik dan gaya berpidato dari para orator yang terdahulu. Kini dengan canggihnya teknologi, orang bisa melihat aksi orang-orang yang kualified dalam berpidato melalui televisi, internet ,CD, dan sebagainya. Teknik-teknik berbicara di depan massa secara baik juga telah ditulis oleh banyak orang dalam buku-buku yang berkaitan dengan Ilmu Public speaking.

Banyaknya bukti-bukti yang menunjukan bahwa kemampuan seseorang berbicara di depan massa akan sangat berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang dalam mengarungi kehidupan khususnya dalam masalah komunikasi dan sosialisasi diri telah menyebabkan banyak orang tertarik berusaha dan belajar untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berpidato mengendalikan massa. Karena inilah maka sangat wajar jika buku-buku tentang pidato, psikologi komunikasi, dan psikologi massa sangat digandrungi kini.

Jika kita melihat dunia politik di Indonesia kita akan menjumpai bahwa mereka-mereka yang mempunyai kedudukan kuat dan massa besar adalah orang-orang yang memang mempunyai kemampuan mengendalikan masa dengan ucapan. Memang Megawati bisa dikecualikan, namun perlu diingat bahwa massa PDI Perjuangan adalah mereka-mereka yang kagum dengan kejeniusan Bung Karno si Orator Ulung. Disamping itu, di kanan kiri Megawati juga banyak orang yang pintar dalam berpidato.

Hubungan antara keahlian berbicara (mengendalikan audiens) dengan kesuksesan dalam berorganisasi, bermasyarakat, dan dalam dunia akademik memang bukan hal yang rahasia lagi. Bertitik tolak dari sini, penulis tertarik untuk menganalisis naskan tugas Public Speaking untuk mengetahui tentang teknik-teknik menguasai audiens dengan baik.

BAB II

ANALISIS NASKAH DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan yang mendalam terhadap naskah dapat diketahui bahwa keahlian dalam berkomunikasi, khususnya dalam berbicara di depan massa, ternyata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan yang akan diraih seseorang.Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang ingin sukses dalam bidang akademik, organisasi, dan lainnya adalah kemampuan mengendalikan massa. Kemampuan mengendalikan massa dengan lisan ini dapat dilatih dengan membiasakan diri latihan berpidato, ceramah atau latihan berbicara di depan publik.

Berdasarkan apa yang terdapat di dalam naskah tugas public speaking, dapat pula diketahui bahwa untuk dapat menyampaikan pidato secara baik sehingga menarik perhatian audiens, setidaknya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Memilih Teknik Penyampaian Pidato dengan Tepat

Agar pembicaraan yang disampaikan melalui pidato dapat dipahami dan diperhatikan oleh audiens diperlukan teknik-teknik khusus. Teknik tersebut dikenal dengan istilah Mode of delivery (model penyampaian) atau juga disebut dengan teknik penyampaian pidato.

Secara garis besar ada tiga model penyampaian yang biasa digunakan orang dalam menyampaikan pidato di depan publik.

a. teknik membaca naskah ( reading from a manuskript).

Pidato dengan membaca naskah merupakan tipe atau model penyampaian yang paling formal. Tipe ini juga merupakan pilihan yang paling tepat untuk menjaga agar jangan sampai apa yang dibicarakan keluar atau menyimpang jauh dari tema. Teknik membaca naskah ini sangat dianjurkan ketika seseorang berpidato mengenai topik-topik yang sensitif sehingga mencegah terjadinya kesalahpahaman dan salah tafsir dari audiens.

Boleh juga sekali-kali pidato yang menggunakan teknik membaca naskah diselingi dengan spontanitas dan percakapan dialogis dengan audiens sehingga komunikasi antara orang yang berpidato dengan audiens dapat terjalin. Spontanitas dan percakapan dialogis yang diselipkan dalam teknik reading from a manuscript ini bisa menambah hidupnya suasana dan mendorong orang untuk lebih memahami dan mengerti isi pidato yang sedang disampaikan.

Salah satu contoh yang cukup bagus dari pidato yang menggunakan teknik reading from a manuscript yang disertai dengan sepontanitas adalah apa yang telah dilakukan oleh presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevlelt di depan International Teamsters Union pada tanggal 23 September 1944. Sebelum memulai pidatonya, beliau memberikan sebuah lelucon sederhana yang membuat audiens bisa lebih tertarik untuk memahami dan mengikuti pembicaraan. Beliau juga memberikan selingan berupa sedikit komentar dari catatan yang dibawanya sehingga lebih nampak bahwa beliau memang menguasi apa yang sedang dibicarakannya.

Kekurangan dari teknik ini adalah kurangnya interaksi/kontak mata (eye contact) antara pemateri dengan audiens. Dan jika tidak diselingi dengan spontanitas yang menarik, pidato dengan membaca naskah ini juga akan menjadi pidato yang paling membosankan bagi audiens. Karena terkesan membosankan tentunya apa yang akan disampaikan oleh pembicara kepada audiens tidak akan dipahami sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, bagi seseorang yang ingin berpidato dengan teknik membaca naskan disarankan agar sering memberikan selingan-selingan spontan dari naskah yang dibacanya dan usahakan agar kontak mata dengan audiens tetap terjaga.

b. teknik hafalan (presenting from memory).

Meskipun seseorang terlatih untuk menghafalkan naskah berhalaman-halaman, namun teknik ini sangat sukar untuk dilakukan karena memerlukan konsentarasi dan energi yang tinggi. Disamping itu, teknik ini juga memiliki banyak kekurangan diantaranya pemateri bisa lupa dengan apa yang telah ia hafal. Jika hal ini terjadi di tengah-tengah pidato maka akan mengurangi perhatian dan kepercayaan audiens terhadap kredibilitas dan kemampuan pemateri.

teknik presenting from memory jika dilakukan oleh orang yang belum ahli atau dilakukan dalam keadaan nervous akan mengakibatkan pidato terkesan tegang, tidak komunikatif dan menjemukan. Jika hal tersebut terjadi maka perhatian audiens tidak akan lagi terpusat pada pembicara sehingga inti dan maksud dari pidato tidak akan dipahami dengan baik. Perlu diingat pula, kadang seseorang yang sudah terbiasa menghafal pun masih mendat kendala ketika harus mengutarakan pidato di depan audiens yang cukup banyak. Tidak jarang hafalan yang telah mereka persiapkan tercampur dengan hafalan lainnya ketika diantara keduanya terdapat kemiripan topik.

Disamping kelemahan-kelemahan seperti di muka, sebenarnya teknik presenting from memory ini juga memiliki beberapa kelebihan. Seandainya teknik presenting from memory ini dilakukan oleh orang yang sudah benar-benar ahli dan mengerti situasi maka sebenarnya ada kesempatan yang lebih besar bagi pembicara untuk melakukan kontak mata dengan audiens. Dengan adanya kontak mata antara pemateri dengan audiens maka perhatian mereka akan tetap terpusat pada pemateri. Selain itu, dengan tanpa membaca naskah atau teks, maka pembicara dapat bebas melakukan gerak tangan dan memainkan gestur secara baik, sehingga dapat menambah keyakinan audiens terhadap isi dari apa yang dibicarakan. Teknik presenting from memory ini juga bisa dipadukan dengan teknik reading from amanuscript. Jadi ada sebagian dari isi pidato yang dihafalkan dan sebagian yang lainnya dibaca secara langsung.

c. Teknik Spontanitas/tanpa persiapan (speaking extemporaneously).

Teknik spontanitas ini sering dilakukan oleh orang yang ditunjuk untuk ceramah atau berpidato secara mendadak. Di sini pembicara menyampaikan materi tanpa membaca naskah ataupun melalui hafalan yang telah ia persiapkan. Cara melakukan pidato dengan teknik ini ialah cukup dengan menyusun kata-kata sebisanya dengan maksud yang jelas. Namun hal ini bukanlah berarti tanpa persiapan, sebab bisa juga pembicara membawa outline ( garis besar ) tentang apa yang akan dibicarakan. Garis besar dari apa yang akan dibicarakan di tulis di atas kertas kecil sebagai pedoman agar apa yang akan disampaikan oleh pembicara tidak melenceng dari topik. Sedangkan pengembangan dari outline tersebut dilakukan secara spontan ketika sedang berbicara di depan audiens.

2. Meningkatkan Kualitas Pidato dengan Memperhatikan Langkah-Langkah Berpidato yang Efektif

Seorang orator yang ulung pasti mengetahui dan menyadari langkah-langkah apa saja yang dapat meningkatkan nilai dan mutu sebuah pidato. Hal tersebut perlu diperhatikan karena memiliki pengaruh yang besar terhadap kemampuan seseorang dalam mengendalikan massa atau audiens ketika sedang berbicara. Langkah-langkah yang dimaksud disebut juga dengan dinamika penyampaian( delivery dynamics).

Ada tujuh langkah yang harus diperhatikan seorang pembicara agar pidato yang ia sampaikan lebih bermutu, mengena dan efektif:

a. Kembangkan suasana dialogis (Develop a Conversation Style)

Orator-orator modern banyak yang menyampaikan pidatonya secara dialogios. Artinya; audiens diposisikan sebagai teman bicara, bukannya pendengar saja. Audiens seolah-olah diajak berbicara, berdialog sehingga mereka akan tertarik untuk mengikuti pembicaraan dan tidak menimbulkan kebosanan. Metode ini menurut James aA. Winans disebut sebagai metode Conversational.

b. Gunakan nada suara yang bervariasi (Use Vocal Variety)

Orator yang baik harus tahu kapan menggunakan suara yang tinggi, kapan menggunakan suara rendah, dan kapan saatnya menggunakan suara dengan nada sedang. Harus diketahui pula, kapan kalimat harus diucapkan dengan cepat dan kapan diucapkan dengan lambat. Disamping itu, harus dipahami kapan suatu kalimat diucapkan dengan suara keras dan kapan dengan suara biasa atau datar. Jika semua itu diabaikan maka pidato akan terdengar datar-datar saja tanpa penekanan dan ekspresi suara sehingga tidak mustahil audiens banyak yng tertidur.

c. Gunakan gestur dan gerak tubuh (Use Gestur and Movement)

Gerak tubuh, gerak tangan , dan mimik wajah sangat membantu untuk menyakinkan audiens mengenai topik pembicaraan. Meski begitu hendaknya gerakan dilakukan sewajarnya saja dan jangan terlalu berlebihan. Gerakan tangan yang terlalu over akan mengurangi daya tarik pembicara. Begitu pula gerak anggota badan lainnya dan mimik wajah.

d. Ekspresikan emosi sewajarnya (Express Emotions Naturally)

Cara terbaik untuk mengekspresikan emosi ketika berpidato adala dengan spontanitas, tanpa dibuat-buat. Tetapi jangan sampai ketika berbicara tentang sesuatu yang emosional pembicara tidak menunjukkan emosi sama sekali. Pengekspresian emosi ini dapat ditunjukkan melalui gerakan tangan, mimik wajah, maupun tekanan suara.

e. Jagalah kontak mata dengan audiens (Use Eye Contact)

Komunikasi adalah interaksi dua arah. Ketika sedang berpidato, usahakan pandangan mata anda mengarah ke depan kearah audiens. Kalau bisa pandanglah mata seluruh audiens dengan cara menyapukan pandangan dari sudut paling kiri menuju ke kanan ataupun sebaliknya. jangan sampai pandangan hanya tertuju pada satu titik saja. Usahakan pula jangan sampau wajah kelihatan tertunduk.

Cara melakukan kontak mata dengan audiens perlu pula disesuaikan dengan kondisidan situasi masyarakat sekitar. Jangan sampai kontak mata yang dilakukan malah menimbulkn kesalahpahaman antara pembicara dengan audiens.

f. Gunakan spontanitas yang ekspresif (Use Spontaneous Expressiveness)

Spontanitas yang ekspresif dan menambah suasana dialogis dan komunikatif antara pemateri dan audiens salah satunya adalah spontanitas dalam bentuk humor atau joke yang lucu. Oleh karena itu sangat dianjurkan bagi calon orator untuk menambah perbendaharaan mengenai cerita-cerita humor dengan cara membaca buku-buku humor.

g. Gunakanlah trade mark gaya bicara yang dimiliki dalam pidato (Develop a Signature Style of Speaking)

Setiap orang memiliki karakter sendiri-sendiri baik dari segi vokal,nada, maupun logat yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kadang karakter yang unik dari seorang pembicara dapat menambah minat audiens untuk memperhatikan. Oleh karena itu maka peliharalah keunikan karakter yang anda miliki sebagai trade mark anda, sebab siapa tahu itu menarik.

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian singkat di muka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menyampaikan pidato secara baik dan dapat menarik perhatian audiens, setidaknya perlu diperhatikan dua hal sebagai berikut:

  1. Memilih teknik penyampaian pidato dengan tepat
  2. Meningkatkan kualitas pidato dengan memperhatikan langkah-langkah berpidato yang efektif

Teknik penyampaian pidato yang biasa digunakan oleh kebanyakan orang ada tiga jenis:

  1. teknik membaca naskah ( reading from a manuskript),
  2. teknik hafalan (presenting from memory),
  3. teknik Spontanitas/tanpa persiapan (speaking extemporaneously).

Adapun langkah-langkah ysng harus diperhatikan agar pidato bisa lebih hangat dan efektif adalah:

1. Kembangkan suasana dialogis (Develop a Conversation Style) 2. Gunakan nada suara yang bervariasi (Use Vocal Variety)

3. Gunakan gestur dan gerak tubuh (Use Gestur and Movement)

4. Ekspresikan emosi sewajarnya (Express Emotions Naturally)

5. Jagalah kontak mata dengan audiens (Use Eye Contact)

6. Gunakan spontanitas yang ekspresif (Use Spontaneous Expressiveness)

7. Gunakanlah trade mark gaya bicara yang dimiliki dalam pidato (Develop a Signature Style of Speaking)

.

DAFTAR PUSTAKA

Bolton, Robert, People Skill: How to Assert Yourself, Listen to Others, and Resolve Conflicts. Englewood Cliffs. N. J. Prentice-Hall, 1979.

Deese, James, General Psychology. Boston: Allyn and Bacon,1967.

R. Wayne Pace and Don F. Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan.

W. Charles Redding, Communication within Organization : An Interpretive Review of Theory and Research. New York: Industrial Communication Council, 1972.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berpendapat

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=167022424766684&id=100043767822547