Thursday, April 7, 2011

ANALISIS FILM “The Patriot” MENURUT PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER Oleh: Hanung Hisbullah Hamda, SH

A. SINOPSIS THE PATRIOT
Pada tahun 1776 di Carolina Utara, seorang pahlawan perang bernama Benjamin Martin bersama keluarganya terjebak dalam Perang Revolusi Amerika. Dia tidak bisa berbuar apa-apa saat melihat keluarganya tercerai berai oleh serangan Tentara Inggris. Dia tidak berdiam diri melihat kejadian itu, kemudian membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari para sukarelawan termasuk anak lelakinya yang patriotis Gabriel, untuk bersatu melawan Inggris. Dalam perjuangan menyelamatkan keluarga dan memerdekakan negerinya ini, Martin dapat merasakan sakitnya sebuah pengkhianatan, kejamnya suatu pembalasan dan panasnya gairah cinta.
The Patriot mengambil sekilas sejarah perang revolusi Amerika abad ke-18 sebagai latarnya, tetapi memfiksikan tokoh Benjamin Martin (Mel Gibson) seorang kolonialis di Carolina Selatan. Dalam cerita dikisahkan bahwa perang revolusi Amerika menentang kerajaan Inggris pada tahun 1776 sebenarnya masih belum mampu mengubah pendirian Benjamin, biarpun dia tidak berdaya menahan anak sulungnya, Gabriel (Heath Ledger), memasuki pasukan tentera yang menentang Inggris. Ini tampak dari sikap Benjamin yang masih netral dan mau merawat pasukan dari kedua pihak yang cedera di rumahnya di Carolina Selatan. Namun, Kematian anaknya Thomas (Gregory Smith), tertawannya Gabriel, dan dibakarnya rumah yang dimiliki oleh pasukan elit tentera Inggris yang diketuai oleh Kolonel William Tavington (Jason Isaacs) telah menukar pendirian Benjamin sehingga terdorong untuk melawan pasukan Inggris.
Kejadian tragis yang menimpa sanak saudara dan orang-orang dekatnya itulah yang kemudian memicu naluri berperang seorang Benjamin Martin. Setelah membunuh sepasukan tentara Inggris dengan cara yang keji benjamin berhasil membebaskan Gabriel.. Melihat penderitaan yang dialami keluarga dan orang-orang disekitarnya, maka kemudian Benjamin membentuk sebuah kelompok milisi yang terdiri dari para sukarelawan termasuk anak lelakinya yang patriotis Gabriel, untuk bersatu melawan Inggris. Milisi yang dia bentuk itu kemudian bertempur bersama-sama di bawah pengawasan seorang prajurit Perancis, Jean Villeneuve.
Di dalam film tersebut juga dikisahkan tentang kekejian tentara Inggris yang membunuh anak-anak dan wanita di daerah-daerah yang telah berhasil ditakhlukkan. Dikisahkan pula tentang pertarungan antara tentara jubah merah (pasukan Inggris) dengan tentara jubah biru (tentara Amerika) yang berlangsung secara terbuka dan fair. Namun ada kalanya pertempuran tidak berlangsung secara terbuka tetapi secara gerilya dan penuh strategi dan tipu daya. Milisi bentukan benjamin Martin tampak beberapa kali berhasil melakukan penyergapan terhadap rombongan pasukan jubah merah yang sedang menjalankan misi-misi tertentu.

B. LEGAL ISUE
Setelah mengamati dan memperhatikan jalan cerita film yang berjudul The Patriot, ada beberapa hal yang menarik untuk dianalisa lebih jauh dan dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Hukum Humaniter Internasional memberikan perlindungan terhadap orang yang terluka dalam pertempuran seperti di dalam film The Partiot ?
2. Apakah tindakan pasukan Inggris yang menyiksa dan membunuh para tawanan perang legal menurut perspektif Hukum Humaniter Internasional?
3. Apakah tindakan pasukan Inggris yang membunuh dan memusnahkan penduduk sipil yang di daerah taklukan legal menurut perspektif Hukum Humaniter Internasional?

C. ANALISIS FILM
1. Perlindungan terhadap orang yang terluka :
Dalam film yang berjudul The Patriot dikisahkan bahwa Benjamin Martin pada mulanya dia bersikap netral dalam menyikapi perang revolusi Amerika. Dia bersama beberapa tetangga dekatnya mau merawat setiap orang yang terluka di dalam pertempuran tanpa memperdulikan apakah dia dari pihak Inggris atau pihak Amerika. Sikap Benjamin Martin ini sangat benar karena pada dasarnya Konvensi Jenewa memberikan perlindungan bagi orang-orang yang terluka dalam sengketa bersenjata baik bersifat internasional maupun tidak. Adapun tentang perlindungan bagi orang yang terluka dalam sengketa bersenjata diatur dalam ketentuan dibawah ini:
Pasal 3 ketentuan bersama (common article) Konvensi Jenewa disebutkan bahwa dalam sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional, tiap pihak dalam sengketa harus memperlakukan dengan perikemanusiaan bagi yang sakit dan luka, tanpa pembedaan merugikan apapun yang didasarkan atas ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan, atau kekayaan atau setiap kriteria lain yang serupa. Karena itu, dilarang tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, termasuk pengudungan. Yang luka dan sakit, sebagaimana disebutkan dalam ayat (2), harus dikumpulkan dan dirawat.
Pasal 7 Konvensi I menyebutkan bahwa yang luka dan sakit, begitu pula petugas dinas kesehatan serta rohaniawan sekali-kali tidak boleh menolak sebagian atau seluruhnya hak-hak yang diberikan kepada mereka oleh Konvensi ini, serta oleh persetujuan-persetujuan khusus seperti tersebut dalam pasal terdahulu apabila ada.
Adapun mereka-mereka yang berhak untuk mendapatkan perlindungan diatur dalam pasal 13 Konvensi I sebagai berikut:
Pasal 13 Konvensi I memberikan definisi orang-orang terluka dan sakit yang mendapatkan perlindungan, yaitu:
1. Anggota-anggota angkatan perang dari suatu pihak dalam sengketa termasuk anggota milisi dan sukarelawan,
2. Anggota-anggota gerakan perlawanan yang terorganisir yang tergolong pada suatu Pihak dalam sengketa,
3. Anggota-anggota angkatan perang reguler tunduk pada suatu pemerintahan atau kekuasaan yang tidak diakui Negara Penahan,
4. Orang-orang yang menyertai angkatan perang tanpa dengan sebenarnya menjadi anggota angkatan perang itu namun mendapat pengesahan dari angkatan perang yang mereka sertai,
5. Anggota awak kapal pelayaran niaga dari pihak dalam sengketa,
6. Penduduk wilayah yang diduduki yang atas kemauan sendiri mengangkat senjata untuk melawan pasukan-pasukan yang menyerbu.
Untuk mempermudah dalam memberikan perlindungan bagi mereka yng menjadi korban pertikaian bersenjata, Konvensi Jenewa I mengatur sebagai berikut:
Pasal 15 Konvensi I menyebutkan setiap waktu dan terutama sesudah pertempuran, pihak-pihak dalam sengketa, tanpa suatu penundaan, harus mengambil semua tindakan untuk mencari dan mengumpulkan yang luka dan sakit, untuk melindungi mereka terhadap perampokan dan perlakuan buruk, untuk menjamin perawatan yang cukup dan untuk mencari yang mati serta mencegah perampasan atas diri mereka. Bilamana keadaan mengijinkan, gencatan senjata diusahakan untuk memungkinkan pengambilan, penukaran dan pengangkutan yang luka dan sakit di medan pertempuran.
Pasal 10 Protokol I menyebutkan bahwa semua yang luka, sakit dan korban karam harus diperlakukan secara manusiawi dan harus memperoleh perawatan kesehatan dengan sesedikit mungkin penundaan. Tidak boleh ada pembedaan berdasarkan alasan apapun selain daripada keadaan kesehatan mereka.

2. Perlindungan terhadap tawanan perang
Tindakan pasukan Inggris yang menyiksa dan membunuh para tawanan perang seperti dikisahkan dalam Film The Patriot bukanlah tindakan kesatria. Perbuatan yang dilakukan sekawanan pasukan Inggris yang menyiksa dan membunuh tawanan perang yang tidak berdaya lagi tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dibawah ini :
Pasal 3 ketentuan bersama Konvensi Jenewa.
Pasal 4 Konvensi III tentang definisi tawanan perang yang dilindungi yaitu orang-orang yang telah jatuh ke tangan musuh sebagaimana penggolongan terdahulu.
Pasal 7 Konvensi III bahwa mereka yang dilindungi tidak boleh menolak sebagian atau seluruhnya hak-hak yang diberikan dalam konvensi ini.
Pasal 13 Konvensi III menyebutkan bahwa tawanan perang harus diperlakukan dengan perikemanusiaan. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau kelalaian Negara Penahan yang mengakibatkan kematian atau yang benar-benar membahayakan kesehatan tawanan perang adalah dilarang dan harus dianggap sebagai pelanggaran berat. Tawanan perang tidak boleh dijadikan obyek pengudungan jasmani, percobaan-percobaan kedokteran atau ilmiah dalam bentuk apapun juga yang tidak dibenarkan oleh pengobatan kedokteran, kedokteran gigi atau kesehatan dari tawanan bersangkutan dan dilakukan demi kepentingannya.
Pasal 14 Konvensi III menyebutkan bahwa tawanan perang dalam segala bentuk berhak akan penghormatan terhadap pribadi dan martabatnya. Wanita harus diperlakukan dengan segala kehormatan yang patut diberikan mengingat jenis kelamin mereka, dan dalam segala hal harus mendapat perlakuan sebaik dengan yang diberikan kepada pria.
Pasal 15 Konvensi III menyebutkan bahwa negara yang menahan wajib menjamin pemeliharaan mereka dan perawatan kesehatan yang dibutuhkan mereka dengan cuma-cuma.
Pasal 16 Konvensi III disebutkan bahwa perlakuan terhadap keadaan kesehatan, yang diberikan oleh Negara Penahan, harus tanpa perbedaan yang merugikan yang didasarkan atas suku, kebangsaan, kepercayaan, agama atau pandangan-pandangan politik, atau perbedaan lainnya.
Pasal 18 Konvensi III menyebutkan bahwa barang-barang untuk keperluan pribadi harus tetap dimiliki tawanan termasuk pakaian dan makanan.
Pasal 20 Konvensi III menyebutkan tentang evakuasi tawanan harus diselenggarakan dengan perikemanusiaan. Negara penahan harus memberi makanan dan air yang dapat diminum cukup, serta pakaian dan pemeliharaan kesehatan yang diperlukan serta segala tindakan pencegahan yang wajar untuk menjamin kesehatan selama evakuasi.
Pasal 11 ayat (1) Protokol I menyebutkan bahwa kesehatan dan keutuhan jasmani atau rokhani dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaan Pihak-pihak lawan atau yang diinternir, ditahan tidak boleh dibahayakan. Karena itu adalah dilarang menempatkan orang-orang dibawah suatu prosedur perawatan kesehatan yang tidak didasarkan pada kesehatan orang yang bersangkutan dan yang tidak sesuai dengan ukuran-ukuran perawatan kesehatan yang diakui secara umum. Terutama dilarang melaksanakan terhadap orang-orang tersebut diatas, sekalipun dengan persetujuan mereka:(a) pengudungan anggota tubuh, (b) percobaan-percobaan kesehatan ataupun ilmiah, dan (c) memindahkan jaringan syarat tubuh atau organ-organ tubuh untuk pencangkokan, kecuali apabila tindakan-tindakan itu dapat dibenarkan sesuai dengan keadaan sebagaimana diatur dalam ayat 1.
Pasal 11 ayat (3) Protokol I menyebutkan bahwa pengecualian-pengecualian hanya dalam hal pemberian sumbangan darah untuk transfusi atau sumbangan kulit untuk mengenten, asalkan saja diberikan secara sukarela dan tanpa suatu paksaan apapun atau tipu muslihat, dan hanya untuk tujuan pengobatan penyakit, sesuai dengan ukuran-ukuran pengobatan dan pengawasan kesehatan yang diakui secara umum, yang bertujuan bagi kemanfaatan pemberi sumbangan maupun penerima sumbangan.

3. Perlindungan terhadap penduduk sipil
Tindakan pasukan Inggris yang membunuh dan memusnahkan penduduk sipil yang berada di daerah taklukan sangat bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Jenewa terurama Konvensi IV. Disamping itu, Hukum Humaniter Internasional melindungi mereka yang tidak terlibat dalam peperangan (non-kombatan) seperti orang-orang sipil dan petugas medis serta agama, juga melindungi mereka yang tidak lagi terlibat dalam peperangan seperti orang-orang terluka atau korban kapal karam atau orang sakit, atau orang-orang yang ditawan.
Orang-orang yang dilindungi tersebut tidak boleh diserang. Mereka harus dihindarkan dari tindakan penyiksaan fisik atau tindakan yang tidak manusiawi lainnya. Orang terluka dan sakit harus dikumpulkan serta dirawat sebagaimana tertuang dalam ketentuan-ketentuan di bawah ini:
Pasal 3 ketentuan bersama Konvensi Jenewa.
Pasal 4 Konvensi IV tentang definisi orang-orang yang dilindungi, yaitu mereka yang dalam suatu sengketa bersenjata ada dalam tangan suatu pihak dalam sengketa atau kekuasaan pendudukan, yang bukan negara mereka; warga negara suatu negara yang tidak terikat konvensi ini tidak dilindungi.
Pasal 8 Konvensi IV bahwa mereka yang dilindungi tidak boleh menolak sebagian atau seluruhnya hak-hak yang diberikan dalam konvensi ini.
Pasal 125 ayat (2) Konvensi IV menyebutkan bahwa penduduk sipil harus diperkenankan, atas permintaan sendiri, untuk hadir dalam pemeriksaan kesehatan harian. Mereka harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang diperlukan atas keadaan kesehatan mereka dan harus dipindahkan ke balai pengobatan atau rumah sakit tempat interniran.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum Humaniter Internasional memberikan perlindungan terhadap orang yang terluka dalam pertempuran sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ketentuan bersama (common article) Konvensi Jenewa dan pasal 7 Konvensi I. Perlindungan terhadap korban yang terluka ini juga diatur dalam Pasal 10 Protokol I yang menyebutkan bahwa semua yang luka, sakit dan korban karam harus diperlakukan secara manusiawi dan harus memperoleh perawatan kesehatan dengan sesedikit mungkin penundaan. Tidak boleh ada pembedaan berdasarkan alasan apapun selain daripada keadaan kesehatan mereka.
2. Tindakan pasukan Inggris yang menyiksa dan membunuh para tawanan perang adalah tindakan ilegal dan bertentangan dengan Pasal 3 ketentuan bersama Konvensi Jenewa, dan pasal 4, 7, 13-20 Konvensi III. Larangan-larangan yang sejalan dengan isi Konvensi III diatas adalah pasal 11 ayat (1-3) Protokol I.
Tindakan pasukan Inggris yang membunuh dan memusnahkan penduduk sipil yang berada di daerah taklukan sangat bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Jenewa terurama Konvensi IV terutama pasal 4, 8, dan 125.




DAFTAR PUSTAKA

Alma Baccino-Astrada, Manual on the Rights and Duties of Medical Personnel in Armed Conflicts, International Committee of the Red Cross, Geneva, 1982
Dieter Fleck (Ed), The Handbook of Humanitarian Law in Armed Conflicts, Oxford University Press, New York, 1999
Hamed Sultan, "The Islamic Concept" dalam UNESCO, International Dimensions of Humanitarian Law, Henry Dunant Institute, Geneva, 1988
Henryk Leszek Zielinski, Health and Humanitarian Concerns – Principles and Ethics, Martinus Nijhoff Publishers, 1994
Konvensi Jenewa I 1864, Untuk Perbaikan Keadaan Orang Terluka dan Sakit dalam angkatan bersenjata di medan pertempuran darat
Konvensi Jenewa II 1949 Untuk Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata di Laut yang Luka, Sakit dan Korban Kapal Karam
Konvensi Jenewa III 1949 Untuk (TAWANAN PERANG NDUL)Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata di Laut yang Luka, Sakit dan Korban Kapal Karam

Konvensi Jenewa IV 1949 Untuk Perlindungan Orang Sipil di waktu perang
Protokol Tambahan I Pada Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949 yang berhubungan dengan Perlindungan Korban-korban Sengketa Bersenjata Internasional Internasional
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/022003/pus-1.htm

2 comments:

  1. Tahun brpa konvensi jenewa di buat?
    Kan 1864, kejadian perangnya saja 1776....
    Jadi tdk perlu di hubungkan dengan hukum humaniter konvensi jenewa...

    ReplyDelete
  2. Yang sampean sampaikan benar bhw konvensi jenewa baru muncul hampir 100 th setelah civil war di AS berakhir... tapi tulisan saya diatas memang tidak ditujukan untuk menganalisa kejadian faktuil dari peperangan tsb...tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisa "film" yg berjudul THE PATRIOT yang dirilis tahun 2000an awal..saya tulis sebagai laporan akhir mata kuliah Hukum Humaniter Internasional.
    Ringkasnya Dosen Kami muterin film tsb terus diakhir kuliah memberi tugas agar kami menganalisa film tsb dr perspektif Hukum Humaniter Internasional....sekali lagi ini analisis film (kajian film) bukan kajian atas fakta yg menginspirasi film tsb..
    Trimakasih atensinya

    ReplyDelete

Silahkan berpendapat

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=167022424766684&id=100043767822547