Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku dari yang tidak diharapkan ke arah tingkah laku yang lebih mulia. Pendidikan pada dasarnya juga merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung pada suatu lingkungan tertentu, yang biasanya disebut dengan interaksi pendidikan yakni hubungan saling mempengaruhi di antara pendidik dan peserta didik.
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu usaha untuk menumbuhkan serta mengembangkan potensi ke arah yang positif. Pendidikan bukan semata-mata mengembangkan ranah kognitif tetapi harus pula mengembangkan ranah afektif dan psikomotorik. Dalam arti konkret pendidikan harus mengembangkan pengetahuan, kepribadian dan keterampilan.
Sebelum membahas tentang definisi pendidikan Islam, terlebih dahulu akan dibahas apa itu pendidikan. Menurut M.J. Langeveld; “Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan”. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah.[1]
M. Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yang melingkupi seluruh aspek yang ada, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.[2]
Adapun menurut Tadjab, secara sederhana pendidikan Islam dapat diartikan sebagai pendidikan yang dilaksanakan dengan bersumber dan berdasar atas ajaran agama Islam yang sumbernya berasal dari Al Qur’an dan Hadits. Karena itu, untuk merumuskan konsep pendidikan yang dikehendaki oleh Islam seseorang haruslah merujuk kepada keduanya.[3]
Adapun para pakar pendidikan Islam mencoba membuat rumusan definisi mengenai pendidikan Islam, diantaranya:[4]
1. Omar Mohammad al-Toumy al-Saibany, Pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu manusia dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan dalam kehidupan alam sekitarnya melalui proses pendidikan.
2. Muhammad Fadlil al-Jamali, Pendidikan adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar dan kemampuan ajarnya.
3. Hasan Langgulung, Pendidikan Islam adalah suatu proses spritual, akhlak, intelektual dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan untuk mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.
Dengan demikian pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia baik individu maupun sosial untuk mengarahkan potensi baik yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kehidupan di dunia dan akhirat.
Dalam konteks pendidikan Islam dikenal tiga istilah yaitu; al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim.[5] Yang paling populer dari ketiga istilah tersebutadalah al-tarbiyah. Sedangkan dua term lainnya jarang sekali digunakan. Pada prinsipnya setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Kendatipun demikian dalam hal-hal tertentu, ketiga terma tersebut memiliki kesamaan makna. Berikut akan disampaikan sedikit uraian dan analisis terhadap ketiga terma tersebut:
1. Istilah al-Tarbiyah
1. Istilah al-Tarbiyah
Dalam kamus bahasa Arab, kita akan menemukan beberpapa akar dari kata tarbiyyah. Pertama¸raba-yarbu yang berarti bertambah dan berkembang (QS. Ar-Ruum[30]: 39). Kedua, rabiya-yarba, yang berarti khafiya-yakhfa, yaitu tumbuh dan berkembang, atau menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu, berarti madda-yamuddu, yaitu memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga, memelihara dan memperhatikan.
Kata rabb sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Fatihah [1]: 2 (alhamdu li Allahi rabb al-‘alamin) mempunyai kandungan makna yang berkonotasi dengan istilah al-Tarbiyah. Karena kata rabb (Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari akar kata yang sama. Berdasarkan hal ini, maka Allah adalah Pendidik Yang Maha Agung bagi seluruh alam semesta.
Proses pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai pendidik seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu: (1) memelihara dan menjaga fitrah anak menjelang dewasa (baligh). (2) mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. (3) mengembangkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan. (4) melaksanakan pendidikan secara bertahap.
Dari pengertian at-tarbiyah di atas dapat kita ambil beberapa poin pokok yang penting untuk dipahami, yaitu:
a. Pendidikan merupakan kegiatan yang mempunyai tujuan, sasaran, dan target;
b. Pendidik yang sejati dan mutlak adalah Allah SWT. Dialah pencipta fitrah, pemberi bakat, pembuat berbagai sunnah perkembangan, peningkatan, dan interaksi fitrah;
c. Pendidikan menuntut terwujudnya program berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan urutan sistematika menanjak yang membawa anak dari suatu pekemabangan ke perkembangan lainnya
d. Peran seorang pendidik harus sesuai dengan tujuan Allah SWT yang menciptakannya. Artinya pendidik harus mengikuti syariat agama Allah.
2. Istilah al-Ta’lim
Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibanding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib. Rasyid Ridha, misalnya mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Argumentasinya didasarkan dengan merujuk pada ayat yang artinya: Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah : 151).
Kalimat wa yu’allimu hum al-kitab wa al-hikmah dalam ayat tersebut menjelaskan tentang aktivitas Rasulullah Saw mengajarkan tilawat al-Quran kepada kaum Muslimin. Menurut Abdul Fattah Jalal, apa yang dilakukan Rasul bukan hanya sekedar membuat umat Islam bisa membaca, melainkan membawa kaum Muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah an-nafs (pensucian diri) dari segala kotoran, sehingga memungkinkannya menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui. Oleh karena itu, makna al-Ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan lahiriah, akan tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku.[6]
Kalimat wa yu’allimu hum al-kitab wa al-hikmah dalam ayat tersebut menjelaskan tentang aktivitas Rasulullah Saw mengajarkan tilawat al-Quran kepada kaum Muslimin. Menurut Abdul Fattah Jalal, apa yang dilakukan Rasul bukan hanya sekedar membuat umat Islam bisa membaca, melainkan membawa kaum Muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah an-nafs (pensucian diri) dari segala kotoran, sehingga memungkinkannya menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui. Oleh karena itu, makna al-Ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan lahiriah, akan tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku.[6]
Kecenderungan Abdul Fattah Jalal sebagaimana dikemukakan di atas, didasarkan pada argumentasi bahwa manusia pertama yang mendapat pengajaran langsung dari Allah adalah Nabi Adam as. Hal ini secara eksplisit disinyalir dalam Q.S Al Baqarah/2: 31. Pada ayat tersebut dijelaskan, bahwa penggunaan kata ‘allama untuk memberikan pengajaran kepada Adam as memiliki nilai lebih yang sama sekali tidak dimiliki para malaikat. Dalam argumentasi yang agak berbeda, istilah al-ilmu (sepadan dengan al-ta’lim) dalam Al Quran tidak terbatas hanya berarti ilmu saja. Lebih jauh kata tersebut dapat diartikan ilmu dan amal.
Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah al-ta’dib. Konsepsi ini didasarkan kepada hadist Nabi yang artinya:
“Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku”. (HR. al-‘Askary dari Ali r.a). Hadits di tersebut menggunakan kata addaba yang dimaknai oleh al-Attas sebagai “mendidik”. Selanjutnya ia mengemukakan, bahwa hadits tersebut bisa dimaknai kepada Tuhanku telah membuatku mengenali dan membuatku dengan adab yang dilakukan secara berangsur-angsur ditanamkan-Nya ke dalam diriku, tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam penciptaan, sehingga hal itu membimbingku ke arah pengakuan dan pengenalan tempat-Nya yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian, serta sebagai akibatnya Ia telah membuat pendidikanku yang paling baik.
Berdasarkan batasan tersebut, maka al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia tentang tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiaannya.[8]
“Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku”. (HR. al-‘Askary dari Ali r.a). Hadits di tersebut menggunakan kata addaba yang dimaknai oleh al-Attas sebagai “mendidik”. Selanjutnya ia mengemukakan, bahwa hadits tersebut bisa dimaknai kepada Tuhanku telah membuatku mengenali dan membuatku dengan adab yang dilakukan secara berangsur-angsur ditanamkan-Nya ke dalam diriku, tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam penciptaan, sehingga hal itu membimbingku ke arah pengakuan dan pengenalan tempat-Nya yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian, serta sebagai akibatnya Ia telah membuat pendidikanku yang paling baik.
Berdasarkan batasan tersebut, maka al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia tentang tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiaannya.[8]
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinyu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang harus diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran agar manusia senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya. Dari sini dapat diambil suatu benang merah bahwa Pendidikan dalam perspektif Islam sangat penting agar manusia senantiasa berjalan ke arah kebaikan dan terhindar dari kejahatan atau keburukan.
Menurut Hamdani Ali, tujuan pendidikan Islam dalah untuk membuat manusia mau mengabdikan dirinya kepada Allah tanpa harus melupakan kebutuhan duniawinya. Adapun Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibany merumuskan tujuan pendidikan terdiri atas: (1). tujuan individual yaitu pembinaan pribadi muslim yang berpadu pada perkembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual, dan sosial, (2). tujuan sosial yaitu tujuan yang berkaitan dengan bidang spiritual, kebudayaan dan sosial kemasyarakatan.[9]
Menurut Imam Al-Gazali (w.1111 M) sebagaimana disimpulkan oleh Fathiyah Hasan Sulaiman, pada dasarnya tujuan pokok pendidikan Islam adalah: (1) untuk mencapai kesempurnaan manusia dalam mendekatkan diri kepada Tuhan; dan (2) sekaligus untuk mencapai kesempurnaan hidup manusia dalam menjalani hidup dan penghidupannya guna mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[10] Mengutip Sayyid Qutb, bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan manusia yang yang baik (al-insan al-shalih) yang sudah pasti bersifat universal dan sudah pasti diakui semua orang dan semua aliran tanpa memperosalkan di mana pun negerinya dan apapun agamanya. Banyak sekali sebetulnya apa yang dikemukakanoleh para ahli muslim tapi kesemuanya pada esensinya sama, yaitu bermuara pada pengakuan bahwa pendidikan itu juga dimaksudkan untuk menyempurnakan akhlaq manusia.
Affandi Mochtar merumuskan tujuan pendidikan Islam adalah untuk membangun peradaban manusia yang didukung oleh pribadi-pribadi yang bermutu. Sedangkan lebih lanjut, Barmawy Umary menegaskan bahwa pendidikan Islam bertujuan membentuk anak didik menjadi seorang yang berilmu sempurna, berakhlak mulia, beramal shalih dan berjiwa besar. Tujuan pendidikan Islam lainnya yaitu untuk membimbing manusia menuju kebaikan dan kesempurnaan lahir batin, dunia dan akhirat.[11] Karena itu, secara garis besar, pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui latihan dan pengkondisian kegiatan kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk maksud tersebut, pendidikan seharusnya bertujuan: (1). Membentuk manusia beraqidah (tarbiyah ‘aqidiyah) (2). Membentuk manusia beraklak mulia (tarbiyah khuluqiyah) (3). Membentuk manusia berfikir (tarbiyah fikriyah) (4). Membentuk manusia sehat dan kuat (tarbiyah jismiyah) (5). Membentuk manusia kreatif, inisiatif, antisipatif, dan responsive (tarbiyah amaliyah)
[1] Abdul Khaliq. Hakikat Pendidikan Islam. 2006. Makalah dalam http://khaliqida.blogspot.com
[2] Azumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi, (Jakarta: Logos, 1999), hal. 5
[3] Tadjab, Perbandingan Pendidikan,(Surabaya: Karya Abditama, 2000) hal, 55-56
[4] Abdul Khaliq. Hakikat Pendidikan ……
[5] Sayyed Naquib Alattas, Aims an Objectieves of Islamic Education,(Jeddah: King Abdul Aziz University, 1977) sebagaimana dalam Azumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi, (Jakarta: Logos, 1999), hal. 5
[6] Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam; Analisis Pemikiran Prof. Dr. Syed Muhammad Al Naquib Al-Attas,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 62-63
[7] Ibid
[8] Ibid.
[9] Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibany, Falsafatul Tarbiyah Al-Islamiyah, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989) hal. 444-465
[10] Ibid. hal 20
[11] Zulkarnain, Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam; Manajemen berorientasi Link and Match, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 21
No comments:
Post a Comment
Silahkan berpendapat