Thursday, April 7, 2011

Kiat Menulis Resensi Buku* (Hanung Hisbullah Hamda)[1]


Resensi menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer berarti penilaian atau pertimbangan buku, atau ulasan buku. Ulasan buku atau biasa disebut resensi adalah deskripsi dan evaluasi terhadap sebuah buku yang telah dibaca. Ulasan buku begitu bermanfaat karena menginformasikan kepada pembaca berikutnya mengenai buku yang mungkin menarik juga bagi mereka. Resensi buku sangat bermanfaat bagi pembaca kaena seringkali sebuah resensi akan mempengaruhi pembaca lain lewat sedikit cerita tentang apa isi buku tersebut mengenai apakah buku itu layak dibaca atau tidak.

Menulis resensi buku pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan menulis artikel atau opini. Perbedaannya hanya terdapat pada gagasan yang akan disampaikan kepada pembaca. Artikel atau opini membutuhkan suatu gagasan yang kompleks yang diolah secara sistematis dengan bantuan kontruksi teori tertentu, yang dalam bahasa Ignas Kelden dikatakan sebagai upaya memadukan factual knowledge dan conceptual knowledge[2]. Oleh karena itu penulisan artikel memerlukan pengetahuan yang luas dan jiwa analitis dari penulis. Sedangkan dalam menulis resensi, semua bahan yang diperlukan hampir semuanya berada dalam buku yang diresensi meskipun diperlukan juga sumber-sumber lain untuk menambah ketajaman analitis.

Ada banyak manfaat dan kegunaan menulis resensi buku. Hernowo, redaktur Penerbit Mizan Bandung, menulis bahwa ada tiga kegunaan menulis resensi buku. Pertama, melatih untuk memahami gagasan dan isi buku secara efektif dan terstruktur. Tulisan pada dasarnya adalah upaya untuk mengikat pengalaman yang acak. Pengalaman membaca buku bila kemudian ditulis ulang secara baik berarti menata struktur pengalaman membaca gagasan-gagasan buku tersebut (yang bisa jadi bersifat acak) sehingga lebih terorganisir, terstruktur dan lebih dipahami. Kedua, dengan meresensi buku berarti menjaga kesegaran wacana di otak peresensi, yaitu wacana yang didapat dari buku yang sedang diresensi. Meresensi buku juga berarti bahwa peresensi telah me-review kembali gagasan-gagasan yang ada di buku sehingga tidak akan mudah hilang dan terlupakan. Ketiga, resensi membiasakan seseorang untuk menyerap gagasan-gagasan yang ada dalam buku dengan obyektif dan analitik.

Dalam dunia penulisan, dunia ide yang komplek yang bergerak secara dinamis membutuhkan pola kerja yang tersistem. Untuk dapat mengungkap dunia ide itu dibutuhkan pola pikir (frame thinking) yang jelas. Tanpa adanya kemampuan ini tidak mungkin seorang mampu menganalisa sebuah buku yang di baca dan kemudian memberikan penilaian sebagai pertimbangan orang lain untuk membaca buku tersebut. Tanpa pola pikir, dalam menilai sebuah buku tentu saja akan kacau balau. Tidak akan tampak mana bagian yang penting dan bagian mana sebagai penunjang. Agar dapat memperoleh hasil maksimal dalam meresensi buku maka ada hal-hal yang harus diperhatikan : [3]

1. Membaca dengan seksama buku yang akan diresensi.

Buku yang akan dikupas terlebih dahulu dibaca dengan baik sehingga kita mengetahui maksud dari buku tersebut. Hal ini penting karena tugas peresensi adalah memberi penilaian terhadap buku yang dibacanya. Kalau tidak dibaca dengan seksama bisa-bisa kritik yang dihasilkan tidak akurat.

2. Memahami tujuan pengarang dengan karya yang dibuatnya.

Tujuan masing-masing pengarang menulis buku berbeda-beda. Letak pendahuluan dalam buku terdapat dalam kata pendahuluan yang dibuat penulis.

3. Memiliki tujuan dalam membuat resensi.

Setelah membaca secara seksama isi buku , kita dapat mengetahui apa isi buku yang ada. Berbekal dari situ kita bisa memberikan penilaian apakah buku tersebut menarik untuk dibaca atau tidak pada khalayak. Selain itu resensi juga dapat memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan isi buku. Biasanya buku yang diminati dapat dicetak ulang disertai perbaikan.

4. Mengetahui Selera Pasar.

Ibarat membedah hutan kita mesti tahu jenis-jenis pohon yang tumbuh agar apa yang dicari bisa diperoleh. sama halnya ketika kita mengirim naskah resensi, maka perlu mengenal pangsa pasar. Hal tersebut penting terhadap penggunaan gaya bahasa dalam meresensi. jika konsumen terdiri dari anak-anak muda maka diusahakan gaya bahasanya "gaul", tetapi jika para pembacanya mayoritas para intelektual maka bahasa yang digunakan pun tidak"asal-asalan.

5. Memperluas pengetahuan.

Bagi peresensi luasnya pengetahuan sangat berpengaruh terhadap perbendaharaan kata dalam menulis hasil penilaian terhadap buku tertentu. selain itu dengan pengetahuan yang luas peresensi dapat memberikan masukan yang membangun bagi para penulis

Jika ditinjau dari segi sistematika penulisan, tulisan resensi buku terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu : pertama berisi pendahuluan. Pada bagian ini berisi tentang identitas buku meliputi judul buku, penerbit, jumlah halaman, tahun terbit dan juga harganya. kedua, bagian isi. Berisi ulasan tentang tema atau judul buku, paparan singkat isi buku dan informasi tentang latar belakang serta tujuan penulisan buku tersebut. Diulas pula gaya penulisannya. Ketiga, bagian penutup. Pada bagian ini peresensi menilai bobot (kualitas) isi buku tersebut secara keseluruhan, menilai kelebihan atau kekurangan buku tersebut, memberikan kritik atau saran kepada penulis dan penerbitnya serta mempertimbangkan pada pembaca tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca atau dimiliki.

Secara sederhana, ada beberapa langkah yang perlu ditempuh dalam meresensi sebuah buku, yaitu memilih buku, membaca dan menyerap gagasan-gagasan buku, dan menyusun komposisi tulisan (resensi).

Pertama, pilihlah buku yang akan diresensi. Sama halny dengan berita, buku juga memiliki beberapa kriteria kelayakan untuk diangkat diantaranya yaitu, adanya nilai timelines (aktualitas buku pada suatu waktu), prominence (ketokohan penulis buku), proximity (kedekatan buku dengan suatu komunitas pembaca), consequences (dampak buku dalam perkembangan masyarakat), dan human interest (menarik tidaknya buku dari segi cara hidup atau kehidupan masyarakat).[4]

Langkah berikutnya adalah membaca buku secara seksama dan menangkap alur dan gagasan atau pemikiran utama yang ada dalam buku yang akan diresensi. Idealnya buku yang akan diresensi dibaca keseluruhan kemudian peresensi membuat semacam resume tentang pokok-pokok pikiran yang perlu diunculkan dan di komentari. Kalau perlu hasil resume tersebut dicatat dalam kertas biar lebih jelas dan mudah dipahami.

Langkah selanjutnya adalah me-review kembali alur gagasan buku dan memilah-milah gagasan-gagasan serta kata kunci dari setiap bagian dari bku tersebut. Setelah alur gagasan utama buku tersebut dapat dicerna dengan baik, baru kemudian penulis menentukan perspektif atau sudut pandang yang akan digunakan alam meresensi buku tersebut yang nantinya akan tercover dalam bagian analisis (isi) buku.

Secara teknis, bisa dikatakan bahwa resensi berisi ringkasan buku yang diikuti dengan cara pandang peresensi terhadap buku atau gagasan yang terkandung dalam buku itu, termasuk kritik adan perbandingan. Tapi perlu dipertimbangkan agar bagian pengantar dari sebuah resensi tidak begitu panjang sehingga mengambil jatah yang akan digunakan untuk bagian pemaparan isi buku dan hanya mengesankan kurangnya penguasaan penulis terhadap kandungan isi buku. Kemudian pada bagian deskripsi buku, sedapat mungkin peresensi juga mampu memilah bagian-bagian mana yang benar-benar perlu untuk dipaparkan sehingga komposisinya bisa proporsional.[5]

Dalam menilai sebuah buku, peresensi memang dapat masuk melalui pintu manapun asal masih sesuai dengan isi buku dan kemampuan peresensi sendiri. Bisa saja dengan melihat sisi tawaran buku (baik bersifat metodologis maupun paradigmatik), pemetaan permasalahan yang disajikan, komprehensivitas, kekayaan data, ketajaman analisis, penyajian dan gaya bahasa yang enak diikuti, dan sebagainya. Untuk mempertajam bagaian ini, peresensi dapat dibantu dengan membaca referensi lain yang masih dalam lingkup pembahasan yang sama dengan buku yang sedang diresensi. Dapat pula dibantu dengan buku atau tulisan lain yang dikarang oleh penulis yang sama. Bisa jadi dari referensi tersebut lah muncul ilham perspektif tulisan atau mungkin juga bisa dijadikan pembanding dan memperkaya tulisan.[6]

Pada bagian penutup, peresensi hanya perlu beberapa kalimat singkat untuk menegaskan kembali makna buku yang sedang diresensi. Bisa juga ditambahi dengan harapan-harapan bila buku itu diapresiasi oleh masyarakat. Kemudian setelah tulisan selesai dibuat jangna lupa untuk mengedit kembali seluruh tulisan tersebut. Hal terpenting untuk diingat ialah resensi buku JANGAN memaparkan akhir dari buku, sebab jika akhir dari buku yang diresensi (terutama dalam meresensi novel dan sejenisnya) telah dijelaskan maka umumnya pembaca tidak akan tertarik lagi membacanya.

* Disadur dari berbagai sumber



[1] Direktur MTI PP Al Hikmah Sumberjo, Karangmojo, Gunungkidul. Pernah aktif sebagai redaktur Buletin Al Mizan TM Al Azhar FH UII, Staf Kajian dan Penelitian Pusat Studi Hukum (PSH) FH UII, Staf Kajian dan Diskusi Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM ) PP UII, dan Peneliti Pada CLDS FH UII

[2] Ignas Kelden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta, Cet. II, 1998, hlm. Xxviii.

[3] Dikutip dari Majalah Sabilli artikel oleh Wahyu Murtiningsih Magelang

[4] M. Mushthafa, Menulis Resensi Buku, Catatan Pengalama, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Penulisan Jurnalistik yang diselenggarakan oleh Kader Masjid Syuhada Yogyakarta.

[5] Ibid

[6] Ibid

No comments:

Post a Comment

Silahkan berpendapat

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=167022424766684&id=100043767822547