Saturday, January 21, 2012

AMAL YANG MENDATANGKAN BAROKAH


AMAL YANG MENDATANGKAN BAROKAH

Oleh: Hanung Hisbullah Hamda,SH.,M.Pd.I
Ponpes Al Hikmah Sumberjo Karangmojo Gunungkidul DIY


Saudaraku, tidak ada seorang muslim yang tidak mendambakan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk menggapai apa yang kita dambakan tidak hanya dengan mengandalkan doa tetapi juga dengan usaha sungguh-sungguh dalam kehidupan di dunia ini yaitu dengan beramal shalih sebanyak mungkin. Allah telah menjanjikan bahwa barang siapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan  disediakan kepadanya kehidupan yang baik dan balasannya adalah pahala yang lebih dari apa yang mereka kerjakan. Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang  shalih dan janganlah ia mempersekutukan seseorang pun dalam beribadat kepad Tuhannya”. [Q.S Al-Kahfi :110].
Berdasarkan ayat di atas, seorang muslim yang telah melakukan amal shalih dengan sebanyak-banyaknya maka dia akan memperoleh kesempatan untuk bisa berjumpa langsung dengan Allah. Perjumpaan dengan Allah Yang Maha Indah inilah salah satu dari barokah yang bisa diperoleh seseorang yang senantiasa beramal shalih yang akan diterima di akhirat kelak. Oleh karena itu keberkahan dari amal shalih itulah yang paling layak kita cari dalam kehidupan ini sebagai tabungan di hari akhir nanti.
Saudaraku, jelaslah sekarang bahwa amal yang membawa barakah bersumber dari amal shalih yang kita lakukan. Adapun secara etimologis, ‘amal shalih’ terdiri dari dua kata yaitu amal dan shalih. Amal adalah segala sikap tindak manusia baik perbuatan maupun perkataan, sedangkan shalih artinya baik atau terhentinya kerusakan (kebalikan dari kata fasid=rusak). Jadi, amal shalih adalah adalah segala perbuatan yang tidak merusak atau perbuatan yang jika dilakukan dapat menghilangkan kerusakan. Amal shalih adalah perbuatan yang mendatangkan manfaat bagi diri dan orang lain. Tentunya amal shalih adalah segala perbuatan baik yang sesuai dengan dalil akal, Alquran, dan atau sunnah Nabi Muhammad SAW.
Amal shalih bagi seorang muslim meurupakan manifestasi dari keimanannya, karena iman itu sendiri memiliki makna: mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati, dan mengamalkan dengan amal perbuatan (ikrarun bil lisan, tashdiqun bilqolbi, wa 'amalun bil arkan). Artinya seseorang yang amal sehari-harinya penuh dengan perbuatan baik adalah orang yang derajat keimanannya baik. Sedangkan orang yang amal perbuatana keseharianya penuh dengan perbuatan keji dan munkar menunjukkan bahwa ia seseorang yang kurang beriman.
Ketahuilah saudaraku, amal shalih yang kita lakukan bisa saja tidak mendatangkan keberkahan tetapi malah menghadirkan kerugian pada yaumul mizan di akhirat nanti. Sebab amal perbuatan baik yang biasa dilakukan seseorang sesungguhnya sangat mudah dirusak oleh godaan-godaan syaitan. Karena itu, kita hendaklah senantiasa mawas diri dan berhati-hati terhadap hal-hal yang dapat menghapus dan merusak amal shalih.
Adapun hal-hal yang patut kita waspadai karena dapat merusak segala amal shalih kita adalah iri dan dengki dengan kondisi dan keadaan orang lain yang lebih baik. Kedengkian atau hasad ini telah digambarkan Rasulullah sebagai api yang melalap kayu bakar. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw menyebutkan beberapa sifat atau sikap yang dapat merusak amal shalih (tuhbitul ‘amal). Pertama, sibuk mengurusi kesalahan-kesalahan orang lain (istighalu bi uyubil khalqi). Mencari-cari dan membuka aib atau kesalahan orang lain termasuk akhlak tercela yang sangat di benci. Allah berfirman:  
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Q S. Al Hujuraat: 12]
Jika seseorang sudah disibukkan dengan urusan aib orang lain, maka sesungguhnya waktu dia untuk berintrospeksi menyadari kekurangan diri menjadi berkurang. Akibatnya ia merasa dirinya sudah baik dan sempurna sehingga tidak mau meningkatkan kualitas diri, naudzubillahimindzalik. Sunggungguh benar apa yang disampaikan rasulullah: “Beruntunglah orang yang menghabiskan waktunya untuk menilai kekurangan dirinya daripada kekurangan orang lain.” [HR. Dailami dari Anas ra]. Di akhirat kelak, pahala orang yang suka membuka aib orang lain akan diberikan justru kepada orang yang ia buka aibnya.
Kedua, sikap yang juga dapat merusak amal shalih adalah keras hati (qaswatul qulub). Termasuk keras hati adalah tidak mau menerima kebenaran dan nasihat kebaikan. Kondisi keras hati akan menimpa seorang mukmin jika di dalam hatinya penuh dengan kotoran yang berasal dari sifat-sifat buruk seperti riya, takabur dan hasud. Jika sifat-sifat buruk itu sudah menutupi hati maka tidak ada kebaikan yang bisa masuk di dalam hati.
Ketiga, sikap yang dapat merusak amal shalih adalah cinta dunia (hubbud dunya), yakni menjadikan harta dan kedudukan atau hal duniawi lainnya seperti pujian dan popularitas sebagai tujuan, bukan sarana. Jika dunia sudah menjadi tujuan seseorang di dalam hidupnya, maka orang tersebut akan melupakan Allah dan melupakan akhirat. Dan jika seseorang sudah melupakan Allah dan hari akhir, maka sukar bagi orang tersebut untuk beramal kebaikan.
Keempat, sikap yang dapat merusak amal shalih adalah tidak punya rasa malu (qillatul haya) sehingga merasa ringan dan tanpa beban saja ia melanggar aturan Allah (maksiat). Hakikat dari malu adalah rasa tidak suka dan tidak nyaman terhadap segala apa yang menimbulkan aib. Setiap mukmin pasti punya rasa malu, karena malu memang sebagian dari iman. Rasa malu akan menghalangi seseorang dari perbuatan-perbuatan yang buruk dan keji. Sebaliknya, ketiadaan rara malu akan mendorong orang berbuat sekehendak hati tanpa mengindahkan syariat-Nya. Rasulullah saw bersabda: “Jika kamu tidak malu maka berbuatlah sekehendakmu.” [HR. Bukhari]
Kelima, sikap yang dapat merusak amal shalih yaitu panjang angan-angan (thulul ‘amal), yakni sibuk berangan-angan, berkhayal, tanpa usaha nyata. Termasuk thulul ‘amal yaitu memiliki keinginan yang banyak tetapi tidak mau ikhtiar berusaha. Mau kaya tetapi tidak mau kerja, mau pintar tetapi tidak mau belajar, pengin dihormati orang tetapi tidak hormat dengan orang lain.  
Keenam, sikap yang dapat merusak amal shalih yaitu berbuat aniaya (zhalim), yakni segala perbuatan yang mendatangkan kerusakan bagi diri sendiri dan orang lain, tidak proporsional, dan melanggar aturan. Berbuat dosa termasuk aniaya, yakni aniaya terhadap diri sendiri.contoh menganiaya diri sendiri yaitu minum minuman keras, madat, memakai narkoba dan sebagainya. Adapun contoh menganiaya orang lain yaitu membunuh, merampok, mencuri, dan sebagainya. 
Saudaraku, itulah tadi enam (6) perkara yang dapat merusak segala amal kebaikan yang kita lakukan. Jika enam perkara tersebut masih ada dalam diri seseorang maka ia akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keberkahan amal. Selanjutnya, disamping harus menghindari enam perkara tersebut, seseorang yang mendambakan manisnya amal yang berbarakah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pertama,  Dalam beramal harus ikhlas karena Allah. Keikhlasan merupakan dasar dari amal seorang muslim dan tanpa ke Ikhlasan itu amal apapun yang dikerjakan manusia meskipun baik dan banyak hanyalah sia-sia dan tidak akan mendatangkan keberkahan sedikit pun dari Allah SWT.
Kedua, tujuan yang hendak dicapai dari amal tersebut adalah ridha Allah SWT dan bukan maksud-maksud lain seperti memupuk harta, mengejar tahta dan sebagainya. Jangan sampai segala amal keshalihan terhapus pahalanya karena adanya riya. Allah SWT. Berfirman : “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) dari shalatnya orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan barang berguna) “. [ Q.S. Al-Maa’uun : 4-7].
Ketiga, beramal shalih harus dengan cara yang benar. Seseorang yang melaksanakan suatu kebaikan harus melaksanakannya dengan cara-cara yang benar sebagaimana yang telah di contohkan Rasulullah SAW. Shalat misalnya harus dilaksanakan sebagai contoh dari Rasulullah SAW. Sebaliknya jika amal-amal yang khash dilaksanakan dengan tidak menuruti apa yang diajarkan Rasulullah dinilai akan tertolak. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menegaskan : “ Barang siapa mengerjakan sesuatu amal dalam urusan (agama) seseorang yang bukan dari ajarannya maka tertolak”. [H.R. Muslim].
Keempat, tidak pernah merasa sudah banyak beramal shalih yang dikerjakan. Sebab jika seseorang merasa sudah cukup memiliki amal yang mampu membawa ke syurga akan terdorong untuk malas dalam beramal shalih. Bukankah Allah SWT sendiri tidak menetapkan beberapa banyak nilai pahala dari amal shalih yang harus dibawa agar kita bisa dimasukkan kedalam surga???
Kelima, agar kita mendapat manisnya barakah amal maka hendaknya kita senantiasa bersegera dalam beramal kebaikan dan tidak menunda-nunda. Bukankah seorang muslim yang sejati tidak suka menunda-nunda amal karena ia tidak tahu kapan Allah akan mengambil nyawanya. Sikap bersegera dalam beramal shalih ini telah dicontohkanoleh para  sahabat Rasulullah seperti  sahabat Muadz bin Jabal, ketika ditanya oleh Rasul, tentang bagaiman keadaannya pada suatu pagi Muadz menjawab : “Ya Rasul SAW, saya pagi ini merasa menjadi orang yang sangat beriman karena saya tidak yakin apakah nanti sore saya masih hidup atau tidak, dan nanti sore pun saya tidak yakin apakah besok pagi masih hidup atau tidak bahkan langkah saya yang pertama tidak saya yakini bisa dilanjutkan ke langkah kedua”.
Demikianlah saudaraku, untuk mendapatkan keberkahan amal bukanlah perkara yang mudah. Banyak tahapan perjuangan yang harus dilalui. Dan yang tidak kalah pentingnya, hendaklah kita senantiasa membiasakan diri untuk menjaga kontinuitas dan kesinambungan dalam melaksanakan suatu amalan yang baik, meskipun itu hanya amalan yang kecil. Ingatlah sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ مَالِكٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ أَحَبُّ الْعَمَلِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي يَدُومُ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
Qutaibah menuturkan kepada kami dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisya ra. dia berkata: “Amal yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang dikerjakan secara terus menerus oleh pelakunya.” [HR. Bukhari]
Imam Bukhari juga meriwayatkan:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ وَقَالَ اكْلَفُوا مِنْ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ
Muhammad bin Ar’arah menuturkan kepadaku. Dia berkata; Syu’bah menuturkan kepada kami dari Sa’d bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Aisyah radhiyallahu’anha, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, ‘Amal apakah yang paling dicintai Allah?’. Maka beliau menjawab,”Yaitu yang paling kontinyu, meskipun hanya sedikit.” Beliau juga bersabda, “Bebanilah diri kalian dengan amal-amal yang mampu untuk kalian kerjakan.” [HR. Bukhari]
Saudaraku, keberkahan suatu amal tak diukur dari seberapa banyaknya.
tapi dari seberapa tulusnya saat mengamalkannya. Sungguh beruntunglah mereka-mereka yang mendapatkan barokahnya amal karena Allah telah menjajikan:

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan Amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." [QS. An Nur: 55]


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ وَمِنْ شَرِّ مَا لَمْ أَعْمَلْ

“Ya Allah, aku berlindung kepada Mu dari kejelekan amalan yang telah aku kerjakan dan yang belum aku kerjakan.” [Shahih Muslim]


ILMU YANG BERBAROKAH

Oleh: Hanung hisbullah Hamda, SH., M.Pd.I
Agama Islam mengajarkan kepada kita bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk menjadi ummat yang memiliki pemahaman keilmuan yang tinggi baik ilmu yang menunjang peribadatan maupun ilmu yang terkait dengan pengetahuan dan teknologi. Sebab semua peribadatan yang dilakukan seorang muslim haruslah disandarkan pada ilmu yang benar dan yang tidak disandari dengan ilmu harus ditolak. Adapun untuk menundukkan dunia, umat Islam dituntut untuk lebih maju dalam penguasaan teknologi. Tanpa penguasaan teknologi kita hanya akan menjadi obyek selamanya. Karena itulah Islam mengajarkan ummatnya untuk senantiasa belajar dan belajar guna mencetak generasi muslim yang berilmu tinggi dan berakhlak mulia. Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” [HR. Ahmad]
Ilmu adalah kunci diterimanya ibadah karena tanpa ilmu sia-sialah segala bentuk ibadah. Ibadah tanpa disertai dengan ilmu boleh jadi justru akan menimbulkan bid’ah, kesesatan, atau laknat Allah SWT. Naik dan turunnya ibadah seseorang tidaklah lepas dari kualitas dan kuantitas ilmu yang dimiliki oleh seseorang. Ilmu adalah media yang akan menghantarkan seorang hamba untuk mengenal Rabb-nya. Tanpa adanya ilmu, maka tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang akan mengenal dan beriman kepada Allah SWT. Allah ta’ala berfirman:
“Allah mempersaksikan bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak selain Dia, begitu juga para malaikat mempersaksikan yang demikian itu, begitu pula ahli ilmu, demi menegakkan keadilan, tidak ada sesembahan yang hak selain Dia Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” [QS. Ali Imran [3]: 18]

Jelaslah menurut ayat ini bahwa yang mampu bersaksi dan mengenal Allah hanyalah para malaikat dan para ahli ilmu. Yang dimaksud dengan ahli ilmu ialah orang-orang yang memiliki ilmu tentang Allah, orang-orang yang memahami agama dan mempunyai rasa takut kepada-Nya sebagaimana tercantum dalam firman Allah ‘azza wa jalla yang artinya, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” [QS. Faathir [35] : 28].

Ilmu pengetahuan adalah jalan keluar agar manusia mampu hidup beradab dan jauh dari sifat-sifat kebinatangan yang buas dan saling memangsa. Dengan ilmu pengetahuan pula lah manusia mampu menciptakan berbagai sarana dan prasarana yang memudahkan keberlangsungan hidup umat manusia. Kemudian dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya manusia mampu meningkatkan kualitas hidup dan kualitas keimanan mereka tehadap Allah SWT. Begitu besarnya peranan ilmu bagi manusia dan kehidupan, sehingga Rasulullah Muhammad saw pun tidak lupa untuk menyampaikannya. Rasulullah Muhammad saw bersabda:
“Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu maka Allah mudahkan jalannya menuju syurga. Sesungguhnya malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan di atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar, tidak juga dirham, Yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yangmengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.” [HR. Ahmad, At Tirmidzi, Abu Dawud,  Ibnu Majjah dan Ibnu Hibban]

Subhanallah, betapa tinggi nilai-nilai dan keutamaan ilmu dan demikian penting pula peranandan kedudukan ilmu dalam agama Islam sehingga Rasulullah Muhammad SAW mengatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya adalah wajib bagi umat muslim dan muslimah, terutama ilmu agama dan umumnya ilmu-ilmu pengetahuan pendukung lainnya seperti ilmu matematika, ilmu tehnologi, ilmu berdagang, ilmu bercocok tanam, dan sebagainya. Sayangnya, tidak setiap orang mau menyadari hal tersebut. Tidak setiap orang mau mencari, mempelajari, dan mendalami ilmu pengetahun. Lebih sayang lagi, tidak semua orang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang barokah dan menjaganya. Bahkan, boleh jadi seseorang yang selama ini dianggap berjuang mencari, mempelajari, mendalami, dan mengamalkan ilmu pengetahuan, ternyata hanya mendapatkan murka dari Allah SWT. Hal seperti itu disebabkan karena aktivitas menuntut ilmu yang ia jalani tidak berada pada jalur yang benar.
Kenapa Allah SWT justru melaknat orang-orang yang tengah berusaha untuk mencari, memperoleh, dan mempelajari ilmu pengetahuan? Jawabanya sederhana, karena adanya unsur-unsur berbau maksiat yang terdapat di dalam perjuangan untuk mencari, mempelajari, mendalami, dan mengamalkan ilmu tersebut. Kemaksiatan-kemaksiatan itulah yang menyebabkan ilmu tidak barokah. Saudaraku, berikut ini akan disampaikan hal-hal yang patut kita waspadai karena bisa menyebabkan tidak berbarokahnya ilmu seseorang. Hal-hal tersebut antara lain sebagai berikut:
1.   Niatnya salah.
Sayang sekali, di dunia ini banyak orang mati-matian menuntut ilmu dengan masuk ke sekolah-sekolah favorit dengan niat yang salah. Bila sejak awal kita menuntut ilmu dengan niat bukan karena ibadah suci untuk memperbaiki kualitas diri, maka yang kita dapatkan hanyalah sia-sia belaka. Misalnya kita sekolah dengan tujuan biar dapat pekerjaan, maka akhirnya hanya pekerjaan sajalah yang di dapat dan pahala dari Allah tidak akan mengalir padanya. Adanya niat yang menyimpang ketika mencari dan mempelajari ilmu merupakan salah satu unsur pertama yang dapat menghambat atau menghalangi masuknya ilmu ke dalam hati sehingga seolah-olah ilmunya hanya masuk ke dalam otak saja. Niat yang menyimpang tersebut dapat berupa keinginan atau cita-cita terselubung yang mengiringi aktivitas mempelajari dan mengamalkan ilmu, seperti harapan akan menjadi seorang ustadz yang terkenal, ingin menjadi orang yang berkuasa, ingin memperoleh jabatan yang tinggi, ingin disanjung dan dipuja, dan sebagainya. Karena itu waspadalah saudaraku, sebab Rasulullah Muhammad saw bersabda:
“Sesungguhnya semua amal itu tergantung niatnya, dan seseorang mendapat balasan sesuai dengan yang diniatkannya.” [HR. Bukhori dan Muslim]
Berdasar hadits di atas maka ketika seseorang hendak menuntut ilmu, maka berniatlah untuk menuntut ilmu hanya karena Allah SWT, bukan karena mengejar kepentingan duniawi dan lain-lain. Dengan demikian, Insya Allah kita dapat memperoleh ilmu yang kita kehendaki dan barokah dari Allah SWT. Dengan ilmu yang barokah, Insya Allah kehidupan kita akan senantiasa dipenuhi dengan kemaslahatan.
2.   Membenci guru
Saudaraku, sering sekali kita jumpai ada siswa yang tidak menyukai gurunya mungkin karena terkenal killer, pelajarannya susah, cara penyampaiaanya kurang menarik, atau karena hal-hal yang lebih sepele lainnya. Kondisi seperti ini harus dirubah karena bisa mempengaruhi keseriusan seseorang dalam belajar. Kesempurnaan ilmu hanya bisa didapat dengan keikhlasan kita untuk belajar bersungguh-sungguh. Dan kesungguhan di dalam belajar nampak dalam sikap seseorang ketika menghadapi gurunya. Jika di dalam hati sudah tertanam perasaan benci dan dengki terhadap guru maka rasa kebencian itu akan menutupi mata, hati, dan telinga seorang murid dari kebenaran ilmu, sehingga segala perkataan guru pun hanya dianggap sebagai angin lalu.
3.   Membenci ilmu
Kita sering mendengar pepatah ‘tak kenal maka tak sayang’. Kalau boleh dibalik pepatah ini menjadi ‘kalau tak sayang maka tak akan kenal’. Dalam hal mencari ilmu, seseorang yang tidak memahami ilmu bisa jadi dikarenakan dirinya tidak menyukai dengan apa yang dipelajari. Orang yang tidak menyukai suatu bidang ilmu pasti akan malas untuk mendalaminya. Tarohlah ada anak yang tidak suka pelajaran matematika maka ia secara naluriah tidak begitu peduli dengan ilmu matematika, ia tak mau berlatih dan tak mau membaca materinya lebih dalam.
4.   Tidak jujur dalam mencari ilmu
Ada banyak jalan untuk melakukan kecurangan dalam hal peroses pencarian ilmu. Diantara contohnya yaitu ketika hendak mendaftar ke sekolah favorit lewat jalan pintas dengan cara menyogok. Atau ketika mengikuti ujian dilakukan dengan cara mencontek. Ingatlah wahai saudaraku, sesuatu yang berasal dari yang haram tidak akan pernah membawa manfaat bagi hidup. Tidak ada yang datang dari yang haram kecuali panasnya bara api neraka. Na’udzubillahi min dzalik.
5.   Tidak menyadari manfaat ilmu
Apabila seseorang kurang menyadari betapa pentingnya sesuatu itu bagi dirinya, maka ia pun tidak akan serius dan sepenuh hati mencarinya. Begitu juga orang yang tidak memahami pentingnya sebuah ilmu, iapun tidak sepenuh hati dalam mencari ilmu sehingga ilmu yang didapatnya pun tidak sempurna alias setengah-setengah. Akhirnya karena tidak sempurna maka tidak akan memberikan kemaafaatan secara maksimal bagi diri pribadi, masyarakat, maupun bagi ummat. Jika hal itu terjadi artinya si empunya ilmu belum mendapatkan keberkahan dari ilmu yang ia miliki.
6.   Tidak memiliki kesungguhan dan kesabaran
Menuntut ilmu dibutuhkan kesungguhan dan kesabaran terhadap berbagai ujian. Ujian utama dari belajar adalah kemalasan. Karena itu hendaknya para pencari ilmu senantiasa mendekatkan diri pada Allah dan selalu berdoa agar dijauhkan dari kebodohan dan sifat malas.
7.   Tidak mau menyebarkan ilmu yang dimiliki.
Tidaklah seyogyanya bagi orang yang sudah diberikan anugerah berupa ilmu oleh Allah kemudian dia sembunyikan ilmunya. Dikatakan menyembunyikan ilmu adalah ketika seseorang tidak mau menyebarkan ilmu yang dimilikinya bagi kemanfaatan umat manusia. Menyebarkan ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang orang yang berilmu. Pelaksanaannya bisa dengan cara mengajar langsung sebagai guru, atau dengan memberikan nasihat dan peringatan jika ia pandang perlu, atau sekedar saling mengingat-ingat isi pelajaran bersama sahabat dan saudara-saudaranya pada saat belajar bersama. Menyebarkan ilmu sebenarnya juga bisa dilakukan dengan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga orang bisa melihat, mengamati dan turut mengamalkannya. Bukankah rasulullah pernah bersabda bahwa ilmu yang tidak diamalkan layaknya sebuah pohon yang tidak berbuah??

Saudaraku, pada kenyataannya kita banyak menemukan ilmuwan-ilmuwan muslim yang bertitel tinggi namun budi pekertinya rendah. Mereka menjadi budak-budak ilmu dan budak nafsunya sendiri sehingga kepintaran dan kecerdasannya tidak bermanfaat bagi masyarakat justru banyak bertingkah polah yang merugikan ummat. Sangat mungkinkah mereka inilah golongan orang-orang yang ilmunya tidak bermafaat dan tidak berbarokah.
Saudaraku, sesungguhnya ilmu seseorang berbarokah atau tidak dapat kita tilik tanda-tandanya. Kata kuncinya terletak pada nilai manfaatnya. Jika seseorang dengan ilmunya bisa memberikan manfaat bagi umat maka ilmu orang tersebut berbarokah. Adapun jika dengan ketinggian ilmu yang dimiliki seseorang tidak memberi sumbangsih manfaat bagi masyarakat maka sudah pasti ilmu yang ia miliki tidak berbarokah.
طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepadaMu ilmu yang manfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima.”[HR. Ibnu Majah]

ISTRI YANG MEMBAWA BERKAH


Semua lelaki pasti menginginkan memiliki seorang istri yang mampu membawa keberkahan di dalam hidup berumah tangga, sebab istri yang membawa barakah akan mampu memberikan ketenangan dan ketentaman jiwa, mampu menempatkan diri sebagai teman bergaul, berbincang-bincang dan berdiskusi dalam menghadapi segala persoalan kehidupan sehari-hari. Istri yang berbarakah juga akan menghadirkan nilai manfaat lebih yang tiada terkira bagi keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga di dunia dan akan mapu untuk menjaga suami agar senantiasa berada di jalan orang-orang yang mendapatkan keberuntungan di akhirat. Istri yang membawa barakah tentunya juga mampu melahirkan dan mendidik generasi penerus yang kokoh moral spiritualnya dan senantiasa berbakti kepada orang tua serta rela mendoakan kedua orang tuanya kapan saja dan dimana saja sehingga menjadi amal jariah tanpa batas.

Saudaraku, syarat utama dari istri yang berbarokah adalah keshalihan dirinya. Artinya seorang istri yang mampu membawa barokah dalam rumah tangga pasti dia adalah istri yang shalihah. Istri yang shalihah inilah perhiasan dunia terindah yang bisa di miliki oleh seorang laki-laki sebagaimana sabda Rasulullah saw: "Dunia itu adalah perhiasan, sebaik baik perhiasan adalah istri shalihah." [HR. Muslim]. Dengan menikahi seorang wanita shalihah seseorang telah mendapatkan pasangan hidup yang akan mendukungnya untuk melakukan ketaatan dan memudahkan baginya untuk menekuni ibadah. Menikah dengan istri shalihah lebih dekat untuk mendatangkan kebahagiaan duniawi maupun ukhrawi. Sebab istri yang demikian ini, mengetahui hak kepemimpinan suami dan segala amal perbuatannya senantiasa berorientasi pahala.Ia tidak akan mendurhakai suami atau membangkang kepadanya.

Adapun  titel istri shalihah merupakan sebaik-baik gelar yang diberikan kepada wanita kekasih Allah. Gelar itu bukan sekadar sebuah kebanggaan, tetapi dia adalah buah dari satu perjuangan panjang dalam kehidupan seorang wanita yang hanya mampu diraih dengan usaha keras dan kesabaran. Banyak para istri yang mendambakan kemuliaan itu, tetapi sangat sedikit yang mampu sampai kepada tujuan yang dirindukan. Diatara mereka yang mampu sampai pada derajat ini adalah wanita-wanita pilihan di zamannya sebagaimana disabdakan rasulullah:

“Fatimah adalah pemimpin wanita ahli surga”. [HR. Bukhari]
Nabi Saw bersabda: “Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti Khuwailid.” [HR. Bukhari Muslim]. 
Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Lelaki yang sempurna banyak, tetapi tidak demikian halnya bagi wanita kecuali Asiah istri Fir'aun dan Maryam binti Imran. Dan sesungguhnya keutamaan Aisyah atas wanita lainnya seperti keutamaan tsarid (lauk yang berminyak) atas makanan lainnya.” [HR. Bukhari]. 
Saudaraku, semua wanita yang disebut di dalam hadits-hadits di atas, yang diberi gelar sebagai sebaik-baik wanita ahli surga merupakan wanita-wanita yang perjalanan hidupnya penuh dengan ujian dan tantangan. Mereka  telah melalui banyak musibah dan ujian kehidupan, baik dalam urusan keluarga maupun dalam masyarakat. Akan tetapi mereka tidak goyah dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt. Adapun secara umum karakteristik istri-istri yang shalihah adalah sebagai berikut: 
1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Inti dari segala ibadah adalah wujud ketaatan dan ketundukan terhadap Allah sebagai sang Khaliq dan ketaatan kepada Muhammad sebagai pembawa risalah illahiyah. Hanya dengan ketaatannya itulah orang dapat meraih ganjaran tertinggi sebagai buah dari ilmu dan iman yang dimiliki. Dan ganjaran terbaik itu berupa jannatul firdaus, yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan, dia kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah Swt. berfirman:
“Barang-siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. [Qs. An Nisaa', 4: 13]
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” [Qs. An Nisaa', 4: 69]
Seorang wanita atau istri yang shalihah adalah calon-calon penghuni syurga. Dan syurga yang dijanjikan kepada mereka hanya akan didapatkan oleh siap-siapa yang mau tunduk dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan tanpa ada sedikit keragu-raguan pun di hatinya. Seorang wanita shalihah adalah yang memiliki kualifikasi pemahaman dan pengamalan keagamaan yang tinggi dan ketaatan dia kepada Allah dan Rasul-nya adalah bukti bahwa dirinya adalah seorang istri yang baik dari sisi keberagamaannya. Wanita seperti inilah hendaknya yang dicari para laki-laki yang hendak membangun keluarga yang penuh berkah. Rosulullah saw bersabda:
“Perempuan itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, dan karena nasabnya, dan karena kecantikannya, maka pilihlah yang baik agamanya niscaya kamu akan beruntung. [HR. Bukhari dan Muslim]
2. Taat Kepada Suami
            Karakter kedua dari seorang istri yang shalihah adalah ketaatannya kepada suami, sebab ketaatan kepada suaminya merupakan salah satu kunci istimewa baginya untuk meraih kenikmatan yang kekal dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda:
“Jika seorang istri telah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) di bulan Ramadhan, dan men-jaga kemaluannya dari yang haram serta taat kepada suaminya, maka akan di-persilakan: masuklah ke surga dari pintu mana saja kamu suka.” [HR. Ahmad]
Dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra dikisahkan telah datang seorang wakil wanita anshar kepada nabi lalu bertanya:“Wahai Rasulullah, saya wakil dari kaum wanita untuk berjumpa denganmu. Sesungguhnya jihad hanya diwajibkan atas kaum laki-laki saja, sekiranya mereka menang mereka memperoleh pahala dan sekiranya mereka terbunuh, maka mereka senantiasa hidup dan diberi rizki di sisi Rabb mereka. Sedangkan kami golongan wanita menjalankan tugas (berkhidmat) untuk mereka, maka adakah bagian kami dari yang tersebut?” Maka Rasulullah menjawab: “Sam-paikanlah kepada siapa saja dari kaum wanita yang engkau temui, bahwa taat kepada suami dan mengakui hak suami adalah menyamai yang demikian itu, dan amat sedikitlah di antara kamu yang mampu melaksanakannya.” Kisah ini diriwayatkan oleh al Bazzar dalam kitab haditsnya.
Saudaraku, sesungguhnya amat besarlah pahala yang diperoleh istri yang taat kepada suami sebesar pahala mereka yang pergi berjuang di medan jihad. Ketaatan yang tulus seperti inilah yang telah ditunjukkan para istri nabi dan wanita-wanita pilihan zaman seperti Aisyah dan Fatimah ra. Ketaatan ini mencul sebagai ketundukan terhadap firman Allah:   
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wa-nita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” [Qs. An Nisaa' 4: 34]
            Dalam mengamalkan ayat ini, istri yang sholihah akan selalu menaati suaminya sebagaimana yang pernah dituturkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya, Majmu’ al Fatawa: XXXII/260: “Tidak ada kewajiban yang harus ditunaikan oleh wanita, setelah hak Alloh dan Rasul-Nya, yang lebih wajib daripada hak suami”. Seorang istri yang baik akan berusaha untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya meskipun terkadang timbul perasaan malas atau berat untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi kewajibannya, tetapi hendaknya diingat bahwa keridhaan suami lebih diutamakan diatas perasaannya. Lihatlah apa yang dikatakan Rasulullah saw ketika Aisyah ra bertanya:
“Siapa diantara manusia yang paling besar haknya atas istri?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam menjawab, “Suaminya… “ [HR. Hakim dan Al-Bazzar]
Istri yang shalihah adalah yang selalu ingat akan besarnya hak suami atas dirinya, sampai-sampai seandainya dibolehkan sujud kepada selain Allah maka istri diperintahkan untuk sujud kepada suaminya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:
“Andaikan saja dibolehkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” [HR. Tirmidzi: Hasan Shahih]
Hendaknya para istri bertakwa kepada Alloh ‘Azza wa Jalla dalam bersikap pada suaminya. Sungguh, dia bisa menjadi syurgamu atau nerakanya, sebagaimana sabda Rasululloh saw kepada salah seorang istri sahabat: “ ’Apakah engkau mempunyai suami ?’. Dia menjawab, ’Bnar, ya Rasulullah’. Lalu Rasulullah bertanya, ’Bagaimana sikapmu terhadapnya?’. Ia menjawab,’Saya tidak mengurangi ketaatan kepadanya sedikitpun, kecuali dalam hal yang saya tidak mampu’. Kemudian Rasaulullah bersabda,’Perhatikan bagaimana sikapmu terhadapnya, sungguh dia itu merupakan syurga dan nerakamu’.” [HR. At Tirmidzi]
3. Pandai Melayani Suami
Karakteristik istri shalihah yang ketiga adalah pandai melayani suami. Kita banyak menemukan di dunia ini istri yang taat kepada suaminya namun kurang pandai dalam melayani suami. Karena itulah istri yang taat kepada suami dan pandai melayaninya merupakan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajat seorang istri dalam meraih keselamatan di dunia dan akhirat. Sebab seorang istri yang taat kepada suami dan mampu memberikan pelayanan terbaik pada suami pasti akan mendapatkan keridla-an dari suami dalam waktu dan kondisi apaun. Ummu Salamah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda:
“Tiap-tiap istri yang mati dalam ridha suaminya, maka ia akan masuk surga.” [HR. at Tirmidzi dan Ibnu Majah].
Sebuah hadits dari Abdullah bin Abi Aufa mengisahkan bahwa Mu'adz diutus ke Yaman atau Syam dan dia melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada pembesar-pembesar dan kepada pendeta-pendetanya. Maka beliau berkata dalam hatinya sesungguhnya Rasulullah lebih layak untuk diagungkan. Maka tatkala ia datang kepada Rasulullah ia berkata: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat orang-orang Nashrani bers-ujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya, dan aku berkata dalam hatiku sesungguhnya engkaulah yang lebih layak untuk diagungkan (daripada mereka).” Kemudian beliau bersabda: “Andaikata aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada seseorang, maka sungguh akan kuperintahkan istri bersujud kepada suaminya dan seorang istri belum dikatakan menunaikan kewajibannya terhadap Allah sehingga menunaikan kewajibannya terhadap suami seluruhnya, sehingga andaikan (suaminya) memerlukannya di atas kendaraan, sungguh ia tidak boleh menolaknya.” [HR Ahmad]
Hadits di atas juga menjelaskan bagaimana rasulullah menekankan pentingnya seorang istri untuk senantiasa taat terhadap suami dan sebaik-baiknya istri adalah mereka yang mampu memposisikan dirinya sebagai sebaik-baik pelayan bagi suami, satu-satunya “raja” yang harus ia layani. Sampai-sampai kalaulah seorang manusia boleh bersujud maka Rasulullah akan memerintahkan semua istri untuk bersujud kepada suaminya.
4. Menjaga  Kehormatan Diri
Ciri keempat dari keshalihan seorang istri yang shalihah adalah mampu menjaga kehormatan diri dan keluarganya. Ingatlah kembali firman Allah SWT:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara kehormatan dirnya ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). [QS. An Nisa’ (4): 34]
Mengenai ayat di atas, Imam Ats-Tsauri dan Qatadah menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan arti menjaga kehormatan diri di saat suami tidak ada di rumah adalah menjaga segala sesuatu yang memang harus dipelihara, baik berkenaan dengan kehormatan diri maupun harta. Adapun Muhammad Abduh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjaga kehormatan diri di sini adalah menutup segala apa yang dapat membuat malu ketika diperlihatkan atau diungkapkan, yaitu dengan jalan menjaga segala sesuatu yang secara khusus berkenaan dengan rahasia suami istri, serta tidak menceritakan rahasia suaminya kepada siapa pun kecuali kepada orang yang benar-benar dipercaya karena ingin mencari solusi dalam permasalahan rumah tangga.
Laki-laki yang memiliki istri yang mampu menjaga kehormatan dirinya ketika suami tidak ada dirumah adalah laki-laki yang paling beruntung di dunia. Laki-laki yang memiliki istri dengan kriteria seperti ini berarti telah memiliki harta simpanan yang terbaik, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Umamah ra, dari Nabi Saw beliau ber-sabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi seorang Mukmin sesudah bertaqwa kepada Allah daripada memiliki istri yang shalihah, yaitu jika ia diperintah ia taat, jika ia dipandang menyenangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap berbuat baik, dan jika ia ditinggalkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta suaminya.” [HR Ibnu Majah]

            Saudaraku, sesungguhnya dengan memiliki istri yang shalihah insyaAllah keberkahan akan meliputi rumah tangga kita. Akan tetapi untuk mendapatkan keberkahan yang melimpah ruah tiada batas, maka istri shalehah saja sebenarnya tidak cukup. Bukankah seorang istri yang taat kepada Allah dan rasulnya, mau melayani dan mentaati suami kemudian mampu menjaga kehormatan diri  sudah cukup untuk dikatakan sebagai istri yang shalihah? Jawabannya pasti ia, padahal rumah tangga yang normal pasti memerlukan hadirnya si buah hati, yaitu anak-anak yang shalih-shalihah. Karena itu wahai saudaraku, disamping memenuhi karakteristik-karakteristik shalihah tersebut, seorang istri yang akan membawa barakah tanpa batas juga dituntut untuk memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Istri yang berbarokah adalah yang mampu memberikan keturunan

Seorang istri yang shalihah akan lebih mendatangkan barokah yang tiada ternilai apabila mampu menghasilkan keturunan yang baik untuk menyambung nasab. Sebab dengan adanya keturunan yang baik dan shalih-shalihah seseorang mempunyai kesempatan untuk mendatangkan pahala jariyah yang senantiasa mengalir meskipun orang tersebut sudah berada di alam kubur. Rasulullah saw bersabda:
“Jika anak Adam mati, maka putuslah  seluruh amalnya kecuali tiga perkara; Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya." [HR. Muslim]

            Dengan adanya anak keturunan ini maka seseorang bisa memiliki penerus perjuangan dan kader dakwah yang akan mengharumkan kedua orang tua dan agama. Dengan adanya anak dalam sebuah rumah tangga, maka kebahagiaaan dan keceriaan akan terwujud di dalam bahtera keluarga dan keharmonisan hubungan suami istri pun semakin mudah terwujud hingga kemungkinan pasangan untuk bercerai lebih kecil mengingat adanya buah hati sebagai pengikat hubungan mereka berdua. Dengan adanya anak keturunan ini pulalah rizki keluarga akan semakin lancar deras mengalir dari Allah SWT sepanjang mereka selalu taat pada-Nya. Bukankah Allah telah berfirman bahwa tidak ada satu makhluk pun di bumi ini yang tidak disiapkan rizkinya oleh Allah?

2. Istri yang barokah adalah yang amanah

            Seorang istri yang shalihah akan lebih mendatangkan barokah yang tiada terniali apabila ia mampu mengemban amanah yang diberikan suami kepadanya. Dengan memiliki istri yang mampu mengemban amanah niscaya keutuhan rumah tangga lebih terjamin. Istri yang amanah dalam hal ini adalah yang mampu dipercaya untuk menjaga kehormatan keluarga, mampu dipercaya untuk mendidik dan memelihara anak-anaknya dan memiliki kecakapan dalam mengurus harta benda suaminya. Sebab jika semua itu tidak mampu dilakukan maka pondasi rumah tangga akan runtuh dan aib yang ada di dalam biduk rumah tangga akan tersebar ke masyarakat sehingga menjatuhkan kedudukan suami di mata publik. Jika istri berkhianat dalam memelihara anak-anaknya maka tidak akan muncul dari keturunannya orang-orang shalih yang mau mendoakan mereka berdua. Kemudian  jika istri berkhianat dalam memelihara harta suaminya maka Allah akan mencabut keberkahan harta yang mereka miliki sehingga mereka akan beada dalam kondisi selalu kekurangan.

            Karena itu wahai saudaraku, hendaklah kita sekali lagi menyelami ciri-ciri istri yang membawa barokah sebagaimana yang telah disabdaka Rasulullah saw, yaitu sebagai berikut:

“Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” [HR.Ahmad]

3. Istri yang barokah itu adalah yang sedap dipandang mata

Seorang istri yang shalihah akan lebih mendatangkan barokah yang tiada terniali apabila memiliki penampilan yang menarik dan selalu sedap dipandang mata suami (qurrota ‘a’yun). Sayang sekali kebanyakan para istri hanya mau berdandan cantik jika akan ke pesta atau sekedar belanja dan jalan-jalan. Tetapi si istri tidak punya kebiasaan seperti itu bila sedang berada di rumah, bahkan ada yang merasa aneh karena berdandan di rumah itu menurut mereka tidak pada tempatnya.
Lazimnya dalam sebuah rumah tangga, suami lebih sering keluar rumah untuk mencari nafkah ataupun berdakwah, sementara kita tahu bahwa keadaan di luar penuh dengan wanita-wanita berpakaian minim dan berpenampilan seksi yang sangat potensial mengundang pandangan mata. Sekalipun seorang istri percaya suaminya akan berusaha memalingkan wajah dan menundukkan pandangannya karena takut dosa, namun laki-laki yang normal mungkin dapat tergoda melihat aurat yang haram tersebut. Karena itu sebagai bentengnya, para istri hendaklah mamu menyisihkan sebagian waktu diantara kesibukannya dengan anak dan urusan rumah tangga untuk berdandan secantik dan seindah mungkin ketika menyambut suami yang baru pulang dari kerja di luar.
Istri boleh berpakaian model apapun yang diingini dan disenangi suami dan tidak ada batasan aurat antara istri dan suaminya. Suamipun jangan malu untuk meminta istri berdandan sesuai dengan selera yang ia senangi sepanjang tidak menimbulkan bahaya dan keterpaksaan di pihak istri, sebab cara seperti ini akan lebih menjaga dan memagari suami dari maksiat. Mata para suami yang sudah terpuaskan di dalam rumah akan tertutup dari melihat pemandangan haram di luar rumah.
Sesungguhnya istri yang mau tampil cantik dan berdandan di hadapan suaminya telah ikut andil dalam menjaga suami dari terjerumus ke dalam kemaksiatan terhadap Allah SWT. Dan istri yang seperti inilah yang merupakan istri yang bermanfaat sebagaimana dijelaskan dalam sebauah hadits dari Abu Umamah ra, dari Rasulullah Saw beliau bersabda:
“Tidak ada yang paling bermanfaat bagi seorang Mukmin seteh bertaqwa kepada Allah daripada memiliki istri yang shalihah, yaitu jika ia diperintah ia taat, jika ia dipan-dang menye-nangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap berbuat baik, dan jika ia ditinggalkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta suaminya.” [HR Ibnu Majah]
“Wanita paling baik adalah istri yang apabila engkau memandangnya menggembirakanmu, apabila engkau menyuruhnya dia pun menaati, dan apabila engkau pergi dia juga memelihara dirinya dan menjaga hartamu.[HR Abu Dawud].

4. Istri yang barokah adalah yang mudah maharnya
Saudaraku, seorang istri yang shalihah akan lebih mendatangkan barokah yang tiada ternilai apabila dalam prosesi pernikahannya ia mempermudah timbangan maharnya, sebab semakin sedikit harga mahar yang ia terima maka semakin besar pula barokah Allah yang hadir bersamanya. Rasulullah saw pernah bersabda:
“Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya”  [HR. Ahmad]
“Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya”. [HR. ]

5. Istri yang barokah itu adalah yang mencintai ilmu dan pandai mendidik anak

Saudaraku, ketahuilah bahwa seorang istri yang shalihah akan lebih mendatangkan barokah yang tiada ternilai apabila ia mencintai ilmu dan pandai menjadi guru bagi anak-anaknya. Sebagaiman kita ketahui bersama, keluarga adalah institusi pendidikan aqidah paling vital. Di dalam keluarga inilah seorang anak bisa dibentuk karakter watak dan kepribadiaannya sejak dini. Karena itulah fungsi seorang ibu sebagai pendidik yang pertama menuntut wanita untuk mau belajar dan mencintai segala ilmu yang bermanfaat bagi anak dan keluarganya, lebih-lebih bagi masyarakat di sekitarnya.
Saudaraku, jika sifat mencintai ilmu belum ada pada istrimu maka doronglah ia kepadanya. Dan jika sudah, maka usahakanlah untuk memberi kelapangan jalan untuk ia senantiasa belajar dan belajar. Ingatlah ketika Aisyah ra memuji wanita Anshor karena cinta mereka kepada ilmu. Ia berkata: ”sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor. Sesungguhnya asa malu tidak menghalangi mereka memperdalam agama.”
Saudaraku para suami, dengan ilmu hidup menjadi mudah dan pada kebodohan tersimpan berjuta kesusahan dan penderitaan. Oleh karena itu didiklah istrimu dan berikanlah kesempatan serta fasilitas untuk menambah khazanah ilmunya. Doronglah ia untuk selalu memperbaiki diri dan meningkatkan wawasannya. Tidak ada salahnya engkau menggantikan tugas menjaga anak-anak agar istrimu bisa menghadiri majelis-majelis ilmu dan mendengarkan nasehat-nasehat yang berharga.
Tidak ada salahnya pula anda membelikan buku-buku atau CD ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya, mulai dari ilmu-ilmu tentang cara masak sampai bagaimana cara mendidik anak-anak agar menjadi anak yang shalih. Ketahuilah saudaraku, semakin bertambah keilmuannya maka akan semakin bertambah ketaqwaan dan keshalihan istrimu, dan engkaulah orang pertama yang akan menikmatinya.
Sangat mengherankan jika ada suami yang sepertinya merasa takut apabila istrinya lebih pandai dan berilmu daripadanya. Banyak juga suami yang giat berda’wah dan menyebarkan ilmu di tengah masyarakat, sementara ia biarkan istrinya hidup dalam kebodohan. Ia terkekang dan tidak difasilitasi untuk mencari ilmu sehingga tidak berkembang pengetahuannya. Tentunya yang seperti ini tidak benar saudaraku, bukankah menuntut ilmu itu hukumnya wajib baik bagi kaum muslimin maupun juga bagi para muslimah?

6. Istri yang barokah adalah yang pandai mengatur rumah

Saudaraku, seorang istri yang shalihah akan lebih mendatangkan barokah yang tiada ternilai apabila  ia pandai dalam penataan rumah yang baik, bersih dari najis dan terhindar dari bau yang kurang sedap. Istri yang mampu menciptakan suasana rumah yang asri dan rapi akan menjadikan suami betah berada di dalamnya. Suasana rumah yang indah mendukung bagi terciptanya suasana keluarga yang harmonis, membuat anak-anak merasa nyaman dan damai. Kemesraan hubungan suami istri pun bisa lebih terjaga dalam kondisi rumah yang rapi, bersih dan nyaman.
Untuk membuat penampilan rumah lebih menarik tidak harus dengan harga yang mahal. Insya Allah semuanya bisa dilaksanakan dengan mudah selama ada keinginan dan diniatkan ikhlas untuk mencari ridha Allah. Bukankah segala sesuatu yang baik itu akan bernilai ibadah bila diniatkan hanya untuk Allah?

7. Istri yang barokah  adalah pendengar yang baik dan pembicaraanya enak

Seorang istri yang shalihah akan lebih mendatangkan barokah yang tiada ternilai apabila ia juga mampu menjadi seorang pendengar yang baik dan pembicaraannya enak. Ketika suami sedang menghadapi masalah, hendaknya istri bisa menjadi pendengar yang baik. Hendaknya pula istri  di dalam menasehati dan memberi masukan pada suami memlilih ucapan yang baik dengan tutur kata yang indah dan lembut serta sedapat mungkin menghindari pembicaraan yang tidak disukai oleh suami. Sesungguhnya jika seorang laki-laki mendapatkan istri yang demikian maka akan semakin bertambah besarlah kecintaannya kepada sang istri, sehingga semakin berbahagialah keluarga itu dalam barokah Allah SWT.
Akhirnya saudaraku, istri adalah pendamping hidup yang diberikan Allah kepada kita. Begitu pula semua yang menyertai kehadirannya di sisimu. Maka jika engkau ingin mendapatkan kebahagiaan hendaklah engkau minta keberkahan dari Allah juga menyertai kedatanganya.  (Hanung Hisbullah Hamda,SH., M. Pd.I)

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=167022424766684&id=100043767822547